A. Hakikat Perilaku Sosial Anak Usia Dini
1.
Pengertian Perilaku Sosial
Perilaku sosial
merupakan aktivitas dalam hubungan dengan orang lain, baik dengan teman sebaya,
guru, orangtua maupun saudara-saudaranya. Didalam hubungan dengan orang lain,
terjadi peristiwa yang sangat bermakna dalam kehidupannya yang membentuk
kepribadiannya, yang membantu berkembang menjadi manusia sebagai mana adanya.
Sejak kecil anak telah
belajar cara berprilaku sosial sesuai dengan harapan orang-orang yang paling
dekat dengan dia, yaitu orangtuanya (ibu dan bapaknya), keluarganya. Apa yang
telah dipelajari anak dari lingkungannya sangat memengaruhi perilaku sosialnya.
Perasaan terhadap orang
lain, juga merupakan hasil dari pengalaman yang lampau dan memengaruhi hubungan
sosial, seperti yang dapat diamati dalam situasi kehidupan sehari-hari. Hasil
pengamatan yang diungkapkan oleh Johnson (1975: 82) menunjukkan bahwa anak
berprilakudalam suatu kelompok berbeda dengan perilakunya dalam kelompok lain.
Perilaku anak dalam kelompok juga berbeda dengan pada waktu dia sendirian.
Kehadiran orang lain
menimbulkan reaksi yang berbeda pada tiap-tiap anak. Menurut Johnson, perbedaan
ini dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu: persepsi individu yang menjadi
anggota kelompok, lingkungan tempat terjadinya interaksi dan pola kepemimpinan
yang dipakai guru di kelas.
Sejalan dengan Johnson,
Einsberg (1982: 5) menyatakan bahwa perilaku sosial adalah tingkahlaku
seseorang yang bermaksud mengubah keadaan psikis atau fisik penerima sedemikian
rupa, sehingga penolong akan merasa bahwa penerima menjadi lebih sejahtera atau
puas secara material atupun psikologis. Dari defenisi Einsberg tersebut dapat
dipahami bahwa perilaku sosial lebih menitikberatkan pada perbuatan anak yang
dimaksudkan untuk membantu temannya melalui kemampuannya dalam menunjukkan
empati, murah hati, kerja sama dan kasih sayang.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku sosial atau perilaku prososial
adalah kegiatan yang berhubungan dengan orang lain
2.
Kemampuan Dalam Bersosialisasi
Salah
satu perilaku sosial yang di tuntut pada anak taman kanak-kanak yaitu kemampuan
menjalin hubungan dengan orang atau anak yang lain. Pada awal masa bayi (usia 3
bulan), anak sudah mulai menunjukkan keinginannya intuk berhubungan dengan
orang lain, dengan senyum yang ditunjukkannya bila da orang yang mendekatinya
pada saat itu sifat hubungannya dengan orang lain masih sangat terbatas, karena
kemampuan teaksi dan komunikasinya yang juga masih sangat terbatas. Dengan
pengetahuannya itu anak mulai mengubah perilaku yang negative dan mengembangkan
perilaku-perilaku positif supaya hubungan dengan orang lain dapat tetap
berlangsung dengan baik. Anak semakin
mampu mengendalikan perasaan-perasaannya, untuk dapat mempertahankan hubungan
yang baik dengan orang lain.
Menurut Dini P. Daeng (1996:114) ada
empat faktor yang berpengaruh pada kemampuan anak bersosialisasi, yaitu: (a)
adanya kesempatan bergaul dengan orang yang berbeda usia dan latar belakang
(b). adanya minat dan motivasi untuk bergaul; (c) adanya bimbingan dan
pengajaran dari orang lain, dan (d) adanya kemampuan berkomunikasi yang baik
pada anak. Keempat faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: pertama,
adanya kesempatan utuk bergaul dengan orang-orang yang disekitarnya dari
berbagai usia dan latar belakang. Faktor ini dapat diuraikan bahwa semakin
banyak dan bervariasi penglaman dalam bergaul dengan orang-orang di
lingkungannya, maka akan semakin banyak pula hal-hal yang dapat dipelajarinya,
untuk menjadi bekal dalam meningkatkan keterampilan sosial tersebut.
Kedua, adanya minat dan motivasi
untuk bergaul. Adapun pada bagian ini, semakin banyak pengalaman yang
menyenangkan yang diperoleh melalui pergaulan dan aktivitas sosialnya, minat dan motivasi untuk bergaul juga akan
semakin berkembang. Keadaan ini memberi peluang yang lebih besar untuk
meningkatkan keterampilan sosialnya. Dengan minat dan motivasi bergaul yang
besar anak akan terpacu untuk selalu memperluas wawasan pergaulan dan
pengalaman dalam bersosialisasi, sehingga makin banyak pula hal-hal yang di
pelajari.
Ketiga, adanya bimbingan dan
pengajaran orang lain, yang biasanya menjadi model bagi anak. Walaupun
kemampuan sosialisasi ini dapat pula berkembang melalui cara ‘coba-salah’ (try
and error) yang dialami anak melalui pengalaman bergaul atau ‘meniru’ perilaku
orang lain dalam bergaul, tetapi akan lebih efektif bila ada bimbingan dan
pengajaran yang secara sengaja diberikan oleh orang yang dapat dijadikan model
bergaul yang baik bagi anak.
Keempat, adanya kemampuan
berkomunikasi yang baik yang dimiliki anak. Dalam berkomunikasi dengan orang
lain, anak tidak hanya dituntut untuk berkomunikasi dengan kata-kata yang
berkomunikasi dengan kata-kata yang bisa di pahami, tetapi juga dapat
membicarakan topik yang dapat di pahami, tetapi juga dapat membicarakan topic
yang dapat di mengerti dan menarik bagi orang lain yang menjadi lawan
bicaranya. Kemampuan berkomunikasi ini menjadi inti dari sosialisasi.
3.
Kemampuan
Melakukan Kegiatan Bermain dan Menggunakan Waktu Luang
Dunia anak adalah dunia
bermain, khususnya pada anak usia prasekolah, bermain merupakan kebutuhan dasar
mereka. Dengan demikian wajarlah bila sebagian besar waktu anak diisi dengan
kegiatan bermain.
Kegiatan bermain adalah
kegiatan yang dilakukan anak secara spontan tanpa mempertimbangkan hasil atau
balasan apapun dan dari siapa pun, tapi semata-mata untuk menimbulkan
kesenangan dan kegembiraan saja. Anak melakukan bermain biasanya dilakukan
secara suka rela, tanpa paksaan dan tanpa ada aturan main tertentu, kecuali
bila ditentukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam permainan tersebut.
Anak usia prasekolah
pada umumnya senang melakukan permainan yang mengandung aktifitas gerak,
seperti berlari, meloncat, memanjat dan bersepeda, tetapi ada pula anak yang
tidak begitu menyukai kegiatan bermain aktif, anak yang demikian lebih memilih
bentuk kegiatan bermain pasif yang kurang banyak merangsang aspek fisik
motoriknya tetapi lebih merangsang aspek perkembangan lainnnya,terutama
perkembangan kognitifnya.
Kedua jenis kegiatan
permainan ini, baik bermain aktif maupun bermain pasif, sama-sama bermanfaat
bagi perkembangan anak, namun untuk memberi manfaat yang optimal dan bersifat
menyeluruh bagi perkembangan anak, kedua jenis kegiatan bermain ini perlu
dilakukan oleh anak secara seimbang.
4.
Kemampuan Anak Mengatasi situasi sosial
yang dihadapi
Kemampuan anak dalam
mengatasi situasi sosial yang dihadapi erat kaitannya dengan kemampuan anak
dalam menjaling hubungan manusia. Hal ini disebabkan karena situasi sosial yang
dihadapi anak, mau tidak mau melibatkan orang lain sehingga pada dasarnya tidak
dapat lepas hubungannya dengan orang lain. Salah satu yang berkaitan dengan
kemampuan mengatasi situasi sosial ini, anak tidak harus berhubungan langsung
dengan orag lain. Masalahnya yang dihadapinya tidak berhubungan langsung dengan
orang lain, tetapi berhubungan dengan situasi sosal, yaitu situasi yang
diciptakan oleh orang lain.
5.
Pola perilaku Sosial
Pola perilaku sosial
menurut Hurlock (1978: 239) terbagi atas 2 kelompok, yaitu pola perilakusosial
dan pola perilaku yang tidak sosial. Pola perilaku yang termasuk dalam perilaku
sosial adalah: kerjasama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan
sosial, simpati, empati, ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan
diri senidiri, meniru, dan adanya perilaku kelekatan. Dari beberapa perilaku
sosial tersebut diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Kerjasama
Sekelompok anak belajar bermainatau
bekerja sama dengan anak lain. Semakin banyak kesempatan untuk melakukan
bersama-sama, semakin cepat mereka belajar dengan bekerja sama.
b.
Persaingan
Merupakan dorongan bagi anak-anak untuk
berusaha sebaik-baiknya, hal itu akan menambah sosialisasi mereka. Jika hal itu
diekspresikan dalam pertengkaran dan kesombongan, dapat mengakibatkan timbulnya
sosialisasi yang buruk yang dialami anak.
c.
Kemurahan Hati
Ini terlihat pada kesediaan untuk
berbagi sesuatu dengan anak lain meningkat dan sikap mementingkan diri sendiri
semakin berkurang, setelah anak belajar bahwa kemurahan hati menghasilkan
penerimaan sosial.
d.
Hasrat akan penerimaan sosial
Jika hasrat pada diri anak untuk
diterima kuat, hal itu mendorong anak untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan
sosial.
e.
Simpati
Anak kecil tidak mampu berprilaku
simpati sampai mereka pernah mengalami situasi yang mirip dengan duka cita.
f.
Empati
Adalah kemampuan meletakkan diri sendiri
dalam posisi orang lain dan meghayati orang tersebut.
g.
Ketergantungan
Ketergantungan terhadap orang lain dalam
hal bantuan, perhatian, dan kasih sayang mendorong anak untuk berprilaku dalam
cara yang diterima secara sosial.
h.
Ramah
Biasanya anak kecil memperlihatkan sikap
ramah melalui kesediaannya melakukan sesuatu untuk orang lain atau anak lain
dan dengan mengespresikan kepada mereka.
i.
Sikap tidak mementingkan diri sendiri
Anak perlu mendapat kesempatan dan
dorongan untuk membagi apa yang mereka miliki.belajar memikirkan orang lain dan
berbuat untuk orang lain.
j.
Meniru
Dengan meniru orang yang diterima baik
oleh kelompok sosial, anak-anak memperoleh untuk mengembangkan sifat dan
meningkatkan penerimaan kelompok terhadap diri mereka.
k. Perilaku
kelekatan
Dalam landasan yang dibrikan pada masa
bayi, yaitu ketika bayi mengenmbangkan kelekatanyng ada hangat, dan penuh cinta
kasih kepada ibu atau pengganti ibu,anak kecil mengalihkan pola perilakuini
pada anak atau orang lain dan belajar membina persahabatn dengan orang lain.
Adapun pola perilaku yang tidak
sosial adalah perilaku yang menunjukkan negatifisme, agresif, pertengkaran,
mengejak dan menggertak, perilaku sok kuasa, egosntrisme, prasangka dan
ontogenisme.
6. Pengaruh
kelompok sosial
Menurut
harlock (1978:231) keluarga merupakan agen sosialisasi yang paling penting.
Ketika anak-anak memasuki sekolah, guru mulai memasukkan pengaruh sosialisasi
terhadap mereka, meskipun pengaruh teman sebaya biasanya lebih kuat
dibandingkan dengan pengaruh guru dan orang tua. Studi perbedaan antarapengaruh
teman teman sebaya dan pengaruh orangtua terhadap keputusan anak pada berbagai
tingkatan umum menentukan bahwa dengan meningkatnya umur anak, jika nasihat
yang diberikan oleh keduanya (orantua dan teman sebaya) berbeda, maka anak
cenderung terpengaruh oleh teman sebaya.ada beberapa alasan yang mendasar
mengapa perlu diberi pembelajaran tentang perilaku sosial:
a.
Agar anak dapat belajar bertinkah laku
yang dapat diterima lingkungannya.
b.
Agar anak dapat memainkan peranan sosial
yang bisa diterime kekelompoknya, misalnyaberperang sebagai laki-laki dan
perempuan
c.
Agar anak dapat mengenbangkan sikap
sosial yang sehat terhadap lingkunganya merupakan modal penting untuk sukses
dalam kehidupannya kelak.
d.
Agar anak mampu menyesuaikan dirinya
dengan baik, dan akibatnyapun dapat menerimanya dengan baik hati
7. Interaksi
soial anak dengan teman sebaya
Bonner
dalam gerungan (1986: 57) merumuskan interaksi sosial sebagai hubungan anatra
dua atau lebih individu dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi,
mengubah tau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Teman
sebaya adalah anak yang memiliki usia kurang lebih berusia sama dengan anak
lainnya dan berpikir serta bertindak bersama-sama
Dalam berinteraksi dengan teman
sebaya, anak-anak akan memilih anak lain yang usianya hamper sama, dan didalam
beriteraksi dengan teman sebaya yang lainnya, anak dituntut untuk dapat
menerima persamaan usia, menunujukkan minat terhadap permainan, dapat menerima
teman lain dari kelompok yang lain, dapat menerima jenis kelamin yang lain,
dapat menerima keadaan fisik orang lain, mandiri atau dapat lepas dari orangtua
atau orang dewasa lain, dan dapat menerima kelas sosial yang lain.
B.
Perkembangan Perilaku Sosial Anak Usia
Dini
Secara lebih
rinci, Landy (2003: 54-56) menggambarkan tahap perkembangan perilaku sosial
pada anak-anak, sebagai berikut.
· Dari 0 sampai 1 tahun; pada bulan-bulan
pertama bayi mulai menunjukkan ketertarikan terhadap raut wajah manusia dan
mulai belajar melakukan kontak mata dengan orang lain.
· Usia 1-2 tahun anak menikmati keberadaannya
bersama anak-anak lain dan bermain namun kadang-kadang berebut tempat dan
mainan lainnya.
· Usia
2-3 tahun pada tahap ini anak-anak menjadi lebih mudah melakukan permainan
dengan teman sebayanya dan memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap
perspektif orang lain.
· Usia
3-4 tahunpada usia ini anak-anak cenderung untuk menjalin persahabatan yang
kuat.
· Usia
4-6 tahun pada tahun-tahun ini bermain dengan permainan yang terorganisir dan
bekerja sama dengan aturan-aturan tertentu menjadi lebih umum terjadi.
Dari
uraian Landy di atas terlihat bahwa perkembangan perilaku sosial pada anak akan
berkembang semakin baik seiring dengan bertambahnya usia. Anak-anak yang lebih
tua usianya cenderung lebih mampu menunjukkan perilaku sosial dibandingkan anak
yang lebih muda.
Sementara
itu, Einsberg (dalam Ormrod, 2002: 56)
mengungkapkan bahwa perkembangan perilaku sosial pada anak terjadi sejalan
dengan perkembangan kognitif mereka. Oleh karena itu, Einsberg kemudian
menyatakan bahwa perkembangan perilaku sosial terbagi menjadi beberapa level
penalaran moral perilaku sosial.
C.
Bentuk-bentuk dan model perilakusosial
pada anak
Secara umum
dapat dikemukakan bahwa bentuk-bentuk perilaku sosial yang sering muncul pada
anak usia dini adalah tolong menolong, berbagi atau memberi, dan bekerja sama.
Lebih lengkap, bentuk-bentuk perilaku sosial yaitu sebagaimana dikemukakan oleh
para ahli berikut ini. Eliason dan Jenkins (1994: 109) mengemukakan bahwa
bentuk-bentuk perilaku sosial yang semestinya didorong guru pada anak usia dini
sebagai berikut:
1.
Mengikuti peraturan-peraturan kelas
2.
Belajar untuk mengatasi konflik sosial;
seperti memanggil nama atau mengolok-olok
3.
Memperlakukan orang lain dengan sopan
santun, dan belajar mengucapkan terima kasih atau tolong
4.
Mampu membagi perhatian dengan orang
lain, termasuk kepada guru
5.
Mengembangkan kontak mata dengan teman
sebaya dan orang dewasa
6.
Belajar tersenyum pada orang lain
7.
Mampu menolong orang lain
8.
Menunjukkan empati terhadap perasaan dan
situasi orang lain, dan mengungkapkan simpati ketika orang lain mengalami
kesulitan.
9.
Merasa nyaman saat berbicara dengan
orang lain dan belajar untuk menjadi pendengar yang baik
10. Belajar
mengikuti peraturan-peraturan permainan yang sederhana, bergiliran, dan bekerja
sama.
11. Belajar
mendapatkan perhatian dari teman dengan cara yang positif dan konstruktif
12. Mengembangkan
perilaku bertanggung jawab, seperti menjaga miliknya sendiri
13. Belajar
untuk memberikan pujian daripada kritikan terhadap orang lain
14. Menunjukkan
toleransi terhadap orang lain dan perbedaannya
15. Mampu
berbagi dan bekerja sama dengan orang lain dalam situasi bermain
16. Mampu
mengungkapkan penyesalan ketika baerbuat atau berkata yang menyakiti orang
lain.
17. Mampu
menerima konsekuensi dari perilaku dan tindakannya.
Sementara
itu, Howard (2002: 26) mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk perilaku sosial yang
perlu diajarkan sejak dini dan sekaligus merupakan kebutuhan anak adalah:
1. Tukar-menukar
2. Bergiliran
3. Menunggu
4. Meminta
sesuatu
5. Berterima
kasih
6. menganbil
sudut pandang orang lain
7. melihat
efek tindakannya sendiri
8. mengenali
perasaan orang lain
adapun menurut
Beaty (1998: 147) mengungkapkan bahwa perilaku sosial merupakan aspek positif
dari perkembangan moral yang mencakup perilaku empati, murah hati, kerjasama,
dan kasih sayang. Seperti halnya model yang dikembangkan oleh Marion, Beaty pun
membagi masing-masing perilaku tersebut menjadi perilaku-perilaku yang lebih
spesifik. Empaty terbagi menjadi kemampuan untuk menunjukkan kepedulian pada
teman yang kesusahan dan dapat menceritakan perasaan teman selama konflik.
Murah hati terdiri dari kemampuan untuk berbagi dan memberi sesuatu pada orang
lain. Kerjasama terbagi menjadi kemampuan untuk bergiliran dan memenuhi
permintaan tanpa rewel. Adapun kasih sayang terdiri dari kemampuan untuk
membantu orang lain mengerjakan tugas dan membantu (peduli) pada teman yang
membutuhkan.
D.
Aspek-Aspek Perilaku Sosial Anak Usia
Dini
Keterampilan sosial atau perilaku
sosial hendaknya dimiliki oleh anak usia dini ini sedikitnya meliputi: (1)
kemampuan memilih teman bermain atau kemampuan bersosial dengan yang lain; (2)
memulai interaksi sosial dengan anak lain; (3) berbagi makanan; (4) meminta
izin untuk memakai benda orang lain; (5) menunggu atau menunda keinginan untuk
bergiliran; (6) menikmati kedekatan sementara dengan salah satu teman; (7)
menunjukkan kebanggan terhadap keberhasilannya; (8) dapat memecahkan masalah
dengan teman. Pertama, kemampuan
memilih atau bersosialisasi dengan orang lain ditandai dengan adanya minat
terhadap aktivis teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk
diterima sebagai anggota suatu kelompok, dan tidak puas bila tidak bersama
teman-temannya. Anak tidak lagi puas bermain sendiri di rumah atau dengan
saudara-saudara kandung atau melakukan kegiatan-kegiatan dengan anggota-anggota
keluarga. Anak ingin bersama teman-temannya dan akan merasa kesepian serta
tidak puas bila tidak bersama dengan teman-temannya.
Kedua,
melakukan interaksi sosial dengan anak lain adalah hubungan antara dua atau
lebih individu di mana kelakuan individu yang satu memengaruhi, mengubah, atau
memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Hubungan antara anak
dan teman sebaya merupakan bagian dari interaksi sosial yang dilakukan anak di
lingkungan sekolah maupun lingkungan
masyarakat. Dalam berinteraksi dengan teman sebaya, anak akan memilih
anak lain yang usianya hampir sama dan di dalam berinteraksi dengan
teman sebaya lainnya, untuk dituntut untuk dapat menerima teman sebayanya.
Dalam penerimaan teman sebayanya anak harus mampu menerima persamaan usia,
menunjukkan minat terhadap ppermainan, dapat menerima teman lain dari kelompok, atau dapat lepas
dari orangtua atau orang dewasa lain,
dan menerima kelas sosial yang berbeda. Jadi
interaksi sosial ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan orang
lain, kegiatan yang berkaitan dengan pihak lain yang memerlukan sosialisasi
dalam hal bertingkah laku yang dapat diterima oleh orang lain, belajar
memainkan peran yang dapat diterima oleh orang lain, serta upaya mengembangkan
sikap sosial yang dapat diterima oleh orang lain. Proses atau interaksi sosial
yang lakukan anak usia dini yaitu hubungan sosial anak dengan sesamanya atau
orang-orang yang ada di dalam lingkungannya. Bagaimana anak bersosialisasi
dengan yang lain, seperti dengan orangtua, anggota keluarga, guru, dan orang
lain yang ada di sekitar lingkungan dimana anak berada, baik di rumah, di
sekolah, maupun di lingkungan masyarakat.
Ketiga,
berbagi. Pembelajaran berbagi pada anak usia dini sangat penting dalam
rangka mengembangkan sikap dan perilaku sosial pada orang lain. Anak usia dini
sudah lebih sosial, dan kemampuan berbahasanya sudah cukup baik sehingga bisa
memahami perkataan orangtua dan gurunya.
Kemampuan berbagi pada umumnya tidak muncul secara alami, bahkan sebaliknya,
anak-anak cenderung menganggap segala
yang disentuhnya adalah miliknya, apalagi mainan.
Berbagai cara dalam mengajarkan
berbagi pada anak usia dini ini dapat
dilakukan dengan cara, antara lain:
1.
Konsep bermain dengan suatu benda secara
bergiliran lebih mudah dipahami anak balita daripada konsep berbagi mainan.
2.
Bermain peran.
3.
Bermain bersama.
4.
Menginap di tempat saudara.
5.
Meminjamkan mainan
6. Peduli
musibah
Menurut Wiratna Sari, ada sepuluh
tip dalam mengajarkan anak untuk berbagi, yaitu:
1.
Jangan memaksa-beri contoh yang baik
2.
Hati-hati ketika meminta anak bergiliran
3.
Jagalah netralitas Anda
4.
Cari solusi, bukan kesalahan
5.
Realistis dan rileks saja
6.
Meminta maaf atas nama anak Anda
7.
Anda tidak perlu menang di setiap
konflik
8.
Pahami dinamika kakak-beradik
9.
Pelajari hubungan antar-anak
10. Beri
apresiasi untuk perilaku murah hati
Sehubungan dengan aspek-aspek
perilaku sosial, maka materi pembelajaran yang harus dipersiapkan dalam rangka
mengembangkan perilaku sosial yang di terapkan di taman kanak-kanak, meliputi
disiplin, kerja sama, tolong-menolong, empati, dan tanggung jawab. Aspek-aspek
tersebut di atas secara terperinci dijelaskan di bawah ini.
1.
Disiplin
2.
Kerja sama
3.
Tolong-menolong
4.
Empati
5.
Tanggung jawab
E.
Prinsip-prinsip pengembangan kemampuan
perilaku sosial anak
Menembangkan perilaku
sosial membutuhkan upaya dan keterampilan tersendiri. Sedikitnya ada lima
prinsip yang dikemukakan oleh Lindy (2003: 62-63) untuk mengembangkan perilaku
sosial. Prinsip-prinsip tersebut yaitu:
1.
Berikanlah contoh dan dorongna perilaku
yang menunjukkan kepedulian terhadap anak-anak.
Orangtua dapat mengambil
keuntungan dari kecenderungan alami anak-anak untuk meniru dengan menunjukkan
perhatian dan kedermawanan terhadap orang-orang yang ada di sekitar anak.
Menghormati opini orang lain dapat menjadi pengaruh yang positif terhadap
perilaku sosial anak.
2.
Bantulah anak-anak untuk melihat efek
dari perilaku mereka terhadap orang lain.
Doronglah pengambilan
peran dan perspektif. Hanya dengan memberitahu anak bahwa ia telah menbyakiti
hati seseorang hal tersebut tak akan mengajarkannya peduli teradap orang lain.
3.
Dororng rasa tanggung jawab dengan
meminta anak-anak untuk mengerjakan tugas atau pekerjaan.
Pada usia dini,
anak-anak dapat memperoleh rasa kompetensi dengan mengambil minumnya sendiri
atau memilih mainan mereka.
4.
Ajaklah anak-anak untuk berhubungan dengan
teman sebaya dan ajari mereka keterampilan dan strategi sosial.
Anak-anak harus belajar
keterampilan-keterampilan sosial, karena keterampilan-keterampilan sosial
tersebut tidak datang secar alami.
5.
Ajarkan keterampilan menyelesaikan
masalah dan kemampuan bernegosiasi interpersonal.
Akan lebih mudah untuk
menyelesaikan suatu konflik pada saat konflik tersebut masih terjadi.
F.
Penerapan bimbingan untuk peningkatan
kemampuan perilaku sosial
Berbicara mengenai bimbingan perilaku sosial pada anak usia
dini, banyak hal yang menarik didalamnya. Anak usia 3-4 tahun yang dalam hal
ini masih berada di rentang usia kelompok bermain, mempunyai karakteristik
tersendiri dalam perkembangannya. Khususnya dalam perkembangan perilaku sosial,
anak perlu dibiasakan dan diajarkan bagaimana cara mereka berinteraksi dalam
lingkungan sosial di lingkunganya.
Pembelajaran perkembangan perilaku sosialyang bisa dilakukan
dalam lingkungan keluarga, sangat
penting agar kelak anak-anak menjadi pribadi yang santun, mempunyai rasa empati,
simpati, tenggang rasa, saling menghormati, dan mempunyai sifat sosial yang
baik. Dengan mempunyai bekal melalui pembiasaan berinteraksi sosial dan
berperilaku baik, maka insya Allah, kelak anak-anak kita akan menjadi generasi
penerus bangsa yang mempunyai kecerdasan sosial dan kecerdasan interpersonal
yang akan mengharumkan bangsa dan negaranya.
Melalui pergaulan anak atau hubungan sosial, baik dengan orang
tua, anggota keluarga, orang dewasa, dan teman sebaya lainnya, anak mulai
mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial. Pada masa anak menurut Syamsul
Yusuf, bentuk-bentuk perilaku sosial itu sebagai berikut:
1.
Pembangkangan (negativisme), yaitu
bentuk tingkah laku melawan.
2.
Agresi (aggression), yaitu perilaku
menyerang baliksecara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal).
3.
Berselisih atau bertengkar (quarelling),
terjadi apabila anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sika dan perilaku
anak lain, seperti diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut barang
atau mainannya.
4.
Menggoda (teasing), yaitu sebagai bentuk
lain dari agresif.
5.
Persaingan (rivally), yaitu keinginan
untuk melebihi orang lain dan selalu didorong (distimulasi) oleh orang lain.
Berikut ini akan
dipaparkan beberapa sikap dan keterampilan yang sebaiknya dimiliki oleh seorang
pembimbing di taman kanak-kanak.
1.
Aspek sikap
Menurut Brammer (1979:
35-42) sikap seseorang yang memenuhi syarat
sebgaia seorang pembimbing yaitu: (1) empati; (2) kehangatan; (3) penuh
perhatian; (4) keterbukaan; (5) rasa hormat; dan (6) konkretkan dan khususkan.
Selanjutnya, masih
dalam kategori aspek sikap yang harus dimiliki guru sebgaia pembimbing anak
usia dini ini adalah bahwa guru sedikitnya harus memiliki empat karakteristik
persyaratan khusus, yaitu:
a.
Guru mempunyai sikap kesadaran diri
b.
Guru mamapu menciptakan hubungan yang
akrab
c.
Guru memiliki sikap keterbukaan
d.
Guru menyampaikan pemahamannya terhadap
perasaan anak
2.
Aspek keterampilan
Guru hendaknya
menguasai berbagai keterampilan utama dalam bimbingan. Dengan keterampilan yang
dimiliki tersebut guru dapat melakukan pelayanan bimbingan pada anak yang tepat
dan benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar