BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tes Psikologis
Kata
tes berasal dari bahasa latin, testum artinya alat untuk mengukur tanah. Dalam
bahasa prancis kuno tes artinya ukuran yang digunakan untuk membedakan emas dan
perak dari logam-logam yang lain. Tetapi lama-kelamaan arti tes menjadi lebih
umum, dalam psikologi kata tes mula-mula digunakan oleh J.M. Cattell pada tahun
1890, namun sampai sekarang belum ada keseragaman para ahli mengenai apakah tes
itu.
![]() |
Add caption |
Lee
J. Cronbach (1984) merumuskan “A test is a systematic procedure for comparing
the behavior of two more persons”.
Peters
dan Sheltzer (1974) merumuskan tes sebagai suatu prosedur yang sistematis untuk
mengobservasi tingkah laku individu dan menggambarkan tingkah laku itu melalui
skala angka atau system kategori.
Philip
L. Harriman (1963) merumuskan bahwa tes adalah any task (or series of task)
that yield a score wich may be compared scores made by other individuals.
Sedangkan Soemadi Soeryabrata (1984) merumuskan bahwa tes adalah
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dan atau perintah-perintah yang harus
dijalankan yang berdasar atas bagaimana testi menjawab pertanyaan-pertanyaan
dan dapat pula berbentuk pertanyaan. Tugas itu diberikan kepada testi (orang
yang di tes) baik secara perorangan maupun kelompok. Bila tes itu diberikan
kepada seorang pada satu waktu disebut tes perorangan (tes invidual) sedangkan
bila diberikan pada sekelompok testi disebut tes kelompok. Tugas yang diberikan
kepada testi itu dapat dijawab dalam bentuk tertulis, ucapan, tingkah laku
tertentu atau gerakan-gerakan. Jika jawaban yang diminta pada tugas itutertulis
maka tes tersebut dinamakan tes tulisan jika hanya ucapan maka tes itu
dinamakan pertanyaan dan atau melakukan perintah-perintah itu, penyidik
mengambil kseimpulan dengan cara membandingkannyadengan standart atau testi
yang lain.
Keempat
rumusan tersebut diatas tampak bahwa didalam tes harus ada: tugas dan tugas itu
diberikan oleh tester kepada testi, hasil dari tugas itu dibandingkan atau ada
bahan pembanding.
Karena
itu dalam testing harus ada tugas, atau serangkaian tugas, tugas itu dapat
berbentuk perintah tes lisan. Sedangkan jika jawaban yang dituntut adalah
gerakan maka tes disebut tes tindakan atau performance tes. Jawaban-jawaban
testi itu dibandingkan dengan jawaban testi yang lain atau angka standar tes
tersebut. Dari hasil perbandingan itu tester dapat mengambil kesimpulan tentang
diri testi.
B.
Syarat-Syarat
Tes Psikologis Yang Baik
Tes
sebagai alat pembanding atau pengukur supaya dapat berfungsi secara baik
haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syarat itu adalah:
1.
Valid
Valid
berarti cocok atau sesuai. Suatu tes dikatakan valid, apabila tes tersebut
benar-benar dapat mengukur atau member gambaran tentang apa yang diukur.
Misalnya jika tes itu tes intelgensi maka tes tersebut harus memberikan
gambaran mengenai gambaran mengenai intelegensi individu, dan bukan memberikan
keterangan tentang kecakapannya dalam berbagai macam mata pelajaran di sekolah.
2.
Reliable
Relianle
berarti dapat di percaya. Suatu tes
dapat dikatakan dipercaya apabila hasil yang dicapai oleh tes itu konstan atau
tetap tidak menunjukkan perubahan yang berarti walaupun diadakan tes lebih dari
satu kali. Karena itu didalam reabilitas menyangkut persoalan stabilitas dari
hasil yang dicapai oleh tes itu. Sebab itu ada tiga hal yang turut berpengaruh
terhadap stabilitas hasil sesuatutes yaitu: alat pengukur diri sendiri, testi
dan tester.
Mengenai
alat penhukur, misalnya yang diukur adalah benda-benda maka dengan mudah saja
dikendalikan karena cukup dengan mengetahui bahan yang digunakan dalam membuat
pengukur itu. Akan tetapi alat pengukur yang digunakan untuk mengukur tingkah
laku individu agak sukar pengendaliannya karena untuk mengontrolnya harus
memiliki item yang digunakan dalam konstruksi tes tersebut.
Mengenai
testi yang dites akan didapati variasi-variasi pengukuran yang diakibatkan oleh
keadaan testi itu seperti itu bila ia berada dalam keadaan sakit, sedih, lelah
atau situasi tempat yang tidak dapat dikendalikan dan sebagainya. Sedangkan
mengenai tester, kesalahan ini bisa timbul karena tester itu mengantuk, lelah,
salah baca ataupun pengaruh dari situasi luar yang tak dapat dikendalikannya.
3.
Distandarisasikan
Standarisasi
suatu tes bertujuan bahwa supaya setiap testi mendapat perlakuan yang sama.
Mengapa demikian, karena skor yang dicapai hanya mempunyai arti apabila
dibandingkan satu sama lain.
Ada
empat hal yang perlu distandarisasikan yaitu: materi tes, penyelanggaran tes,
scoring tes dan interpretasi hasil testing. Mengenai materi tes yang
dimaksudkan disini adalah bahan-bahan yang digunakan didalam membuat tes
seperti: kertas, karbon, tinta dan sebagainya, juga item-item lainnya: misalnya
kata-kata, gambar-gambar, garis-garis, tanda-tanda dan sebagainya. Hal tersebut
perlu distandarisasikan supaya testi betul-betul dihadapkan kepada hal yang
sama.
Mengenai
penyelenggaran tes, dalam penyelenggaran ini tercakup perlengkapan seperti:
meja, kursi alat tulis menulis dan sebagainya. Cara penyajian
petunjuk-petunjuk, cara mengerjakan serta waktu yang disediakan untuk
mengerjakan tes tersebut.
Mengenai
scoring tes dalam scoring tercakup cara-cara member skor,
pertimbangan-pertimbangan untuk menentukan skor (kunci) serta system scoring
atau lambing-lambang yang digunakan serta artinya dan batas-batasnya dan
sebagainya. Mengenai interpretasi hasil tes, dalam hal ini hasil tes yang sama
harus diberikan interpretasi yang sama pula.
4.
Objective
Suatu
tes dikatakan objektif apabila pendapat atau pertimbangan-petimbangan tester
tidak ikut berpengaruh dalam hasil testing. Maksudnya tidak ada unsure-unsur
subjektif dari pihak tester didalam proses penentuan skor. Jadi yang objektif
adalah penilaiannya. Dengan demikian tes yang objektif akan memberikan hasil
yang sama walaupun dinilai oleh yang
berbeda.
5.
Diskriminatif
Suatu
tes dikatakan diskriminatif bila mampu menunjukkan perbedaan-perbedaan yang
kecil dari sifat-sifat atau faktor-faktor tertentu dari individu yang
berbeda-beda. Isalnya dengan tes intelgensi dapat dengan mudah memisahkan
antara individu yang lamban, sedang dan pintar. Dengan demikian persoalan diskriminatif
dari pada tes menyangkut tentang kemampuan diskriminasi terhadap
perbedaan-perbedaan yang ada pada testi.
6.
Komperehensif
Tes
komperehensif berarti tes tersebut dapat sekaligus menyelidiki banyak hal,
misalnya kita harus menyelidiki prestasi individu dalam bahan ujian tertentu,
maka tes yang cukup komperehensif akan mampu mengungkapkan pengetahuan testi
mengenai hal yang pelajari, juga hal ini mencegah dorongan berspekulasi.
7.
Mudah
Digunakan
Dalam
hubungan ini berarti suatu tes yang baik harus mudah menggunakannya, sebab
walaupun semua syarat yang telah disebutkan diatas terpenuhi oleh suatu tes
akan tetapi tes tersebut sukar menggunakannya maka tes itu tetap mempunyai
kelemahan, sebab tes itu adalah suatu alat yang nilainya sangat bergantung pada
kegunaannya. Karena itu kalau menggunakannya sukar maka tes tersebut rendah
nilainya.
Bila
ketujuh syarat tersebut telah dimiliki oleh suatu tes maka tes itu dapat
diharapkan menunaikan fungsinya sebagaimana mestinya yaitu dapat menunjukkan
hasil yang objektif dari aspek-aspek psikis yang diukur.
C.
Klasifikasi
Tes Psikologis
Tes itu sangat
banyak macamnya sehingga untuk mendapatkan orientasi yang baik mengenai tes
perlu dilakukan klasifikasi. Untuk membuat klasifikasi tes hendaklah ditinjau
dari beberapa segi.
1.
Bila
Ditinjau Dari Banyaknya Orang Yang Di Tes, Dibedakan Atas:
a.
Tes
Individual
Adalah
jenis tes yang hanya dapat melatani untuk seorang individu saja dalamsatu
waktu. Tes ini memerlukan banyak waktu sehingga tidak efisien, tetapi jika di
tinjau seumbangannya dalam mengenal pribadi individu, maka tes ini adalah lebih
cermat dibandingkan dengan tes kelompok. Contoh jenis tes ini: tes WISC
(wechler intelligence scale for children), WAIS (wechler adult intelligence
scale) dan sebagainya.
b.
Tes
kelompok
ialah
tes yang dapat melayani sekelompok testi dalam satu waktu. Tes kelompok ini
lebih ekonomis jika dibandingkan dengan tes individual sebab dalam satu singkat
dapat diperoleh banyak individu yang di tes. Contoh jenis tes ini adalah
ulangan-ulanganyang diberikan oleh guru, tes standart progresif matrikz dan
sebagainya.
2.
Bila
Ditinjau Dari Segi Waktu Yang Disediakan, Dibedakan Atas
a.
Tes
Kecepatan
Yaitu
tes yang menggunakan kecepatan waktu dalam mengerjakan tes atau waktu untuk
mengerjakan tes sangat terbatas. Contoh jenis tes ini arithmetical reasoning,
tes klerikal, dan saebagainya.
b.
Tes
Kemampuan (Power Test)
Yaitu
jenis tes yang dimaksudkan untuk mengetahui sampai dimana kemampuan seseorang
dalam mengerjakan tes. Soal waktu tidak dituntut terlalu ketat. Contoh jenis
tes ini General Compherehention Tes,tes,
dan sebagainya.
3.
Bila
Ditinjau Dari Segi Materi Tes, Dibedakan Atas:
a.
Tes verbal ialah tes yang menggunakan
bahasa (baik lisan maupun tulisan). Karena itu orang yang dites harus bisa
membaca dan menulis.
b.
Tes nonverbal ialah tes yang
item-itemnya tidak terdiri dari bahasa, tetapi terdiri dari gambar-gambar,
garis-garis dan sebagainya. Contoh jenis tes ini CFIT, tes SPM, tes armi beta
dan sebagainya
4.
Bila
Ditinjau Dari Segi Aspek Manusia Yang Dites, Dibedakan Atas:
a.
Tes fisik ialah tes untuk mengetahui
keadaan fisik testi, contoh tes aerobic
b.
Tes psikis ialah tes untuk mengetahui
keadaan dan kemampuan mental testi. Contoh tes intelegensi, tes bakat, dan
sebagainya.
5.
Bila
Ditinjau Dari Segi Aspek Mental Yang Dites, Dibedakan Atas:
a.
Tes kepribadian seperti tes roschah,
wartegg, dan sebagainya
b.
Tes intelegensi seperti tes WISC, tes
WAIS, tes SPM, tes CFIT, dan sebagainya.
c.
Tes bakat seperti DAT, GATB, FACT dan
sebagainya.
d.
Tes prestasi belajar seperti
ulangan-ulangan sekolah, nilai raport dll
6.
Bila
Ditinjau Dari Segi Penciptanya, Dibedakan Atas:
a.
Tes Rorschah
b.
Tes Brillet-Samon
c.
Tes Wechsler
d.
Tes Kraeppelin
e.
Tes Kuder, dsb
D.
Tujuan
Penggunaan Tes Psikologis
Tujuan
penggunaan tes pada garis besarnya terbagi atas tujuan riset dan diagnosis
psikologis.
1.
Tes
Dengan Tujuan Riset
Tujuan
untuk keperluan ini bermacam-macam pula misalnya riset untuk penyusunan tes,
riset untuk mengetahui sifat-sifat psikologis tertentu pada sekelompok
individu, riset untuk pemecahan masalah sosial tertentu dan sebagainya.
2.
Tes
Dengan Tujuan Diagnosis Psikologis
Sebagaian
besar dari tujuan tes adalah untuk membuat diagnosis psikologis. Diagnosis
psikologis dilakukan dengan meaksud-maksud tertentu pula, antara lain.
a.
Diagnosis untuk seleksi
Diagnosis
dalam penerimaan calon siswa, mahasiswa, dan karyawan. Biasanya pelamar lebih
banyak dari pada yang dibutuhkan. Oleh karenanya pelamar-pelamar itu harus
diseleksi mana yang terbaik diantaranya. Untuk mengetahui ini maka dilakukan
diagnosis psikologis salah satu diantaranya ialah dengan tes psikologis.
b.
Diagnosis untuk keperluan pemilihan
jabatan dan pendidikan
Tiap
orang berbeda-beda dalam hal kemampuannya mengerjakan sesuatu. Seseorang akan
berprestasi baik bilamana dia bekerja dalam lapangan yang sesuai dengan bakat
dan kemampuannya. Karena itu dalam lapangan kerja perlu kita menempatkan
seorang karyawan pada tempat yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya.demikian
juga dalam hal pemilihan pendidikan seorang individu akan sukses dalam studinya
apabila dia dapat memilih jenis sekolah atau jurusan yang sesuai bakat dan
kemampuannya.
Untuk
dapat membuat diagnosis mengenai bakat dan kemampuan seseorang diperlukan tes.
Hal ini sejalan dengan pendapat Soemadi Soeryabrata (1984) bahwa untuk dapat
membuat diagnosis mengenai bakat dan kemampuan individu diperlukan testing.
c.
Diagnosis untuk keperluan bimbingan dan
konseling
Kegagalan
dan kesukaran-kesukaran dalam belajar bukanlah hal yang asing bagi sebagian
siswa dan mahasiswa. Didalam tiap sekolah dan perguruan tinggi terdapat siswa
dan mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar, sehingga diantaranya ada yang
sukses dan ada pula yang gagal. Dari kedua hal tersebut guru pembimbing atau
konselor dapat segera memberikan bimbingan bagi individu yang mengalami
masalah. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengadakan diagnosis dengan
tes. Data hasil tes ditambah dengan data yang diperoleh dan alat pengumpul data
yang lain, guru pembimbing atau konselor dapat membuat diagnosis mengenai seluk
beluk yang menyebabkan kegagalannya itu sehingga akan dapat memberikan
bimbingan konseling yang sesuai.
d.
Diagnosis untuk keperluan terapi
Untuk
pelaksanaan terapi terlebih dahulu harus diketahui benar masalah psikis
tertentu dari orang yang akan diberi terapi. Oleh karenanya langkah pertama
ialah diagnosis psikologis, alat yang dapat digunakan ialah dengan tes
psikologis.
E. Keterbatasan-keterbatasan
penggunaan Tes Psikologis
1.
Ketidaktepatan
Instrumen
Tes
hanya terbatas dalam mengungkap aspek perilaku individu. Walaupun diperleh
suatu situasi yang baik untu mengindentifikasi kemungkinan keberhasilan
akademik, tetapi tidak dapat mengetahui
indikasi motivasi pribadi individu untuk sukses. Tes hanya memberikan data
tentang bakat yang mungkin menghambat dalam mengikuti pelayihan tertentu, tetapi
tidak dapat memberikan data tentang hambatan pribadi yang sangaat penting
artinya, bagi individu dalam mencapai kesuksesan akademik. Karena tu tes
bukanlah satu instrumen yang sempurna. Tetapi hasil tes psikologi dapat
memberikan informasi yang sangat penting bagi individu yang tidak dapat
dperoleh dengan teknik non tes.
2.
Reaksi—Reaksi
Terhadap situasi testing
Reaksi-reaksi
yang terlihat itu berbeda kepada tester. Pada saat individu mengeerjakan tes
individu mengalami stress, takut, dan nervous.beberapa kegagalan dalam
mengerjakan tes secara langsng dapat menimbulkan pengalaman yang kurang
menyenangkan. Ada beberapa cara yang dapat di lakukan untuk mempersiapkan individu
dalam pengelolaan testing. Tes yang dibeikan kepada individu apakah memiliki
makna yang penting tetapi tidak begitu menetukan, bermanfaat tetepi bukanlah
satusatunya resep yang mujarab. Tes hanayalah merupakan sauatuwahana yang dapat
memberikan informasi tertentu yag penting. Perlu pula di bahas
pengaruh-pengaruh dari ketegangan in optimal agar individu memiliki kesiapan
untuk mengerjakan tes dengan baik, dan tanpa merasakan ketegangan.
Observasi
sangat penting dilakukan oleh administrator tes pada waktu pelaksanaan tes
terhadap individu dan kelompok. Staf bimbingan dan konseling menyiapkan pedoman
observasi untuk mengamati perilaku teti sebagai bahan petimbangan dalam
menginterpretasikan hasil tes psikologis, hal-hal dividu termasuk penilaian
taraf ketegangan dalam mengikuti tes, demikian pula dorongan yang yang perlu
diamati antar lain;
a.
penampakan fisik
b.
karakteristik verbal
c.
tes perilaku
d.
perilaku sosial
Sedikit
banyaknya pengamatan terhadap perilaku yang nampak dari testi harus di
laporkann pada guru pembinbing dan konseling atau konselor agar dapat meni8njau
kembali hasilnya sehingga dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi hasil tes tersebut.
3.
Kondisi-kondisi
Fisik dari Testing
Secara
umum sangat dianjurkan agar tes itu berjalan dengan baik, tes itu dilaksanakan
dalam ruangan yang tenang dengan peneragan yang cukup memadai, meja yang
permukaannya rata, dan terhindar dari kegaduha, kebisingan, ataupun hal-hal
yang dapat menganggu berjalannya tes. Pada prinsipnya dianjurkan agar dalam pelaksanaan
tes haruslah testi dalam keadaan pikiran yang tenang, kebisingan, atau
gangguan-gangguan tes lainnya yang dapat meningkatkan ketegangan-ketegangan
secara psikologis yang dapat menyebabkan kurrang optimalnya penyelenggaraan tes
(goldman, 1975).
Keterbatasan
tes psikologis dapat di pengaruhi oleh
beberapa faktor tertentu. Guru pembimbing atau koonselor harus menyadari
ketidakmampuannya dalam pengelolaan. Layanan testing, baik terhadap tes itu
sendiri, situasi testing, dan reaksi-reaksi testi, yang semuanya itu dapat
mempengaruhi interpretasi hasil secara obyektif. Program layanan testing yang
baik dimulai dengan melakukan studi terhadap kebutuhan individu atau kelompok
penerima tes, dilanjutkan dengan seleksi tes yang sesuai dengan kebutuhan
testi, mempersiapkan tes, keterlibatan pengamatan administrator tes, serta
keteraampilan guru pembimbing atau konselor dalam menginterpretasi hasil tes
secara obyektif.
F. Prinsip-prinsip Penggunaan Tes
Psiklogis
Penggunaan tes untuk proses
bimbingan dan konseling harus memperhatikan beberapa prinsip–prinsip bimbingan
dan koonseling pada umumnya.prinsip-prinsip penggunaan tes dalam bimbingan dan
konseling dikembangkan dari pengalaman praktik dan penelitian pada saat ini.
Brammer
& shostrom (1982) mengemukakan beberapa prinsip penggunaan tes dalam
nimbingan dan konseling, diantaranya yaitu:
1.
Kaidah pertama dari penggunaan tes ialah
mengetahui tes secara menyeluruh.
2.
Eksploirasi terhadap alasan individu
menginginkan tes dan pengalaman individu dalam tes yang pernah diterimanya.
3.
Perlu pengaturan pertemuan interpretasi
tes agar individu siap untuk menerima informasi yang benar atau tidang
menyimpang.
4.
Arti skor tes harus ditetapkan
secepatnya dalam diskusi.
5.
Kerangka acuan hasil tes hendaknya
dibuat dengan jelas.
6.
Hasil-hasil tes harus diberikan kepada
individu, bukan dalam bentuk skor tapi dalam bentuk deskriptif.
7.
Hasil-hasil tes harus selalu
terjabarkan. Cara yang digunakan untuk pemula prinsip ini ialah hasil tes harus
disajikan secara tentatif. Kehati-hatian sangat penting dalam menjabarkan data
hasil-hasil tes individu.
8.
Guru pembimbing atau knselor hendaknya
bersikap netral.
9.
Guru pembimbing atau konselor hendaknya
memberikan interpretasi secara jelas dan berarti.
10.
Hasil-hasil tes harus memberikan
prediksi dengan tepat.
11.
Dalam fase interpretasi tes, perlu
adanya partisipasi dan evaluasi dari individu.
12.
Interpretasi skor yang rendah kepad
individu normal hendaknya dilakukan dengan hati-hati.
13.
Tingkat konseptual yang tepat untuk
menyusun interpretasi tes dalam bentuk kata-kata adalah sangat penting jika
individu mengerti hasil-hasil tes.
G.
Faktor-fakror
yang mempengaruhi penggunaan tes psikologis
Keberhasilan
penggunaan tes untuk tujuan dan bimbingan konseling di pengaruhi oleh beberapa
faktor: Menurut Anastasi (1990), mengemukakan bahwa dalam testing yang terdiri
dari testi dengan bermacam budaya.misalnya, faktor termasuk pengalaman
pengambiln tes sebelumnya, motivasi dalam mengerjakan tes, hubungan yang baik
dengan tester, dan beberapa faktor lainnya yang mempengaruhi pelaksanaan tes.
Menurut Bezanson & Monsebraaten (1984),
ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelasanaan tes, yaitu:
1.
Latar
Belakang Buadaya
Latar
belakang budaya individu memberikan pengaruh terhadap pelaksaan tes. Suatu tes
cenderung memberikan tekanan dan keistimewaan pada aspek budaya dimana tes itu
dikembangkan, karena tes biasanya menggambarkan tentang pengalaman, minat,
nilai-nilai, dan budaya itu sendiri.
2.
Latar
Belakang Sosial-Ekonomi
Faktor
yamg erat kaitannya dengan budaya adalah taraf ssial-eknnomi testi,
misalnya; kemiskinan keluarga dan
kekurangan fasilitas pendukung dalam keuarga biasanya cenderung kurangnya bahan
bacaan, alat perelngkapan belajar, dan hasil teknologi serta faktor lain yang
berhubungan dengan cara pengisian tes. Faktor-faktor tersebut tidak anya
dihubugkan dengan kemampuan, tetapu juga memberikan pengaruh yang bersifat
membatasi minat dan motivasi individu.
3.
Pendidikan
yang Diperoleh Di Sekolah atau Latihan Formal
Banyak
keterempalian yang di perlukan dalam tes kemampuan disekolah atau melalui
pelatihan. Misalnya; perhitungan aritmatik dasar, persamaan dan perrbedaan kata
serta kepasihan berbahasa, semuanya dipelajari baik secara langsung maupun
tidak langsung melalui pendidikan yang diterima disekolah.dalam tes bakat
penalaran verbal (V), Bakat Numerikal
(N), dan bakat persepsi klerikal (Q), semuanya ini berdasarkan secara verbal.
Dimana intelegensi (GT) adalah berupa
skor gabungan yang tersusun dari bakat verbal (V), Bakat Ruang (S) dan bakat
numerikal (N). Bakat verbal dan numerikal terutama mencerminkan pengetahuan
dasar sekolah.
4.
Persiapan
tes atau Pengalaman Tes
Sebelum
melakukan tes individu perlu melakukan persiapan, persiapan individu untuk
testing adalah sangat penting agar dapat mengurangi kemungkinan individu merasa
cemas dalam mengikuti testing. Dan perlu di sampaikan juga bahwa pelaksanaan
tes saat ini akan lebih baik
dilaksanakan melalui praktik dan kegiatan pendahuluan, kemudian dapat mengetahui
kemampuan individu. Faktor-faktor ini harus di pertimbangkan apabila
menginterpretasikan skor dengan mendapatkan informasi individu yang vital yang
dapat mempengaruhi pelaksanaan tes.
Pengalaman
pengambilan tes itu penting dan telah diakui oleh pengembang tes GABT.
Pengembang tes ini telah menciptakan pamplet mini yang praktis, yaitu “Tindakan yang terbaik bagi anda dalam
mengerjakan tes bakat”. Pamplet seharusnya d berikan sebelum pelaksanaan tes.
5.
Kepribadian
a.
Motivasi
Aspek
kepribadian ini ialah merupakan salah satu aspek yang paling penting yang
mempengaruhi pelaksaan tes. Misalnya individu tertarik melakukan ddengan baik
dalam hubungan memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan
pendidikan/pelatihan tertentu atau seseorang memiliki motif berprestasi yang
tinggi karena kedua tipe motivasi ini berkaitan erat, sehingga banyak yang
menopang dan membantu pelaksanaan tes. Motivasi memberikan sumbangan yang
berarti terhadap pelaksanaan tes dikaitkan dengan tautan atau persyaratn tes.
Semakin banyak persyartan yang dituntut
maka akan semakin banyak besar sumbangan motivasi terhadap hasill-hasil
tes.
b.
Kecemasan
jelas
tampak bahwa kecemasan atau kegelisahan pada testi akan menghambt pelaksanaan
tes. Pengambilan tes sering menyebabkan terjadinya ketegangan, bekerja dengan
terpaksa, dan khawatir menghadapi kegagalan. Semua ini, merupakan faktor
penyebab terjadinya kecemasan atau kegelisahan pada testi dalam mengambil tes.
6.
Kesehatan
fisik
a.
Cacat Fisik
Untuk
tes tertuli, cacat fisik seperti pada lengan bawah yang kurang sempurna
tidaklah perlu menjadi kendala dalam pengambilan tes. Bagaimanapun juga dalam
tes GABT, beberapa perangkat tes memerlukan kecekatan tangan dan jari, juga
terhadap tes kemampuan mengunakan tes tertulis penggunaan tangan dan jari
merupakan sayrat utama, sehimgga cacat fisik tertentu dapat pula merupakan
kendala dalam pelaksanaan tes.
b.
Kesehatan pada Umumnya
Walaupun
secara umum cacat fisik yang tampak bukan menjadi maslah dalam pelaksanaan tes,
namun beberapa kekurangwajaran kondisi fisik semestinya tidak diabaikan dalam
pengambilan tes. Memperhatikan kekurang sempurnaan alat-alat pendengaran dan penglihatan, serta memperbaiki peralatan
yang digunakan, memastikan bahwaperalatan itu akan digunakan testi selama
tessting.
7.
Karakteristik
Tes
a.
Tes kecepatan vs Tes kemampuan
Tes
kemampuan (Power Test) batas waktu yang diberikan tidak terbatas atau tidak di
berikan pembatasan waktu yang jelas. Tes kecepatan (Speed test) adalah
mengungkap kemampuan individu untuk bekerja dengan cepat, juga terhadap
kemampuan-kemampuan tertentu. Individu yang bisa bekerja lamban, dan teliti
perlu diberikan peringatan, bahwa dalam tes kecepatan, waktu yang tersedia
harus dimanfaatkan seefisien mungkin karena waktu yang disediakan sangat
terbatas.
b.
Tebakan
Bila
jawaban yang tidak tepat tidak diberikan sangsi, maka menebak memberikan
keuntungan pada individu. Karena dalam tes baku, mungkin saja menebak tidak
dapat dihindarkan, maka untuk itu kita semestinya tidak mengabaikan persiapan
testing, agar pelaksanaan tes mengacu pada norma-norma testing yang berlaku.
c.
Pola Item
Individu
harus mengetahui jenis item yang akan di hadapi. Namun, masih memungkinkan
bahwa item-itemtertentu bisa menyesatkan aqtau diinterpretasikan berbeda oleh
individu yang lainnyaa. Dan juga memungkinkan bahwa beberapa item akan menyebabkan kesalahan (error dalam
pelaksanaan tes).
8.
Pelaksanaan
Tes
a.
Pelaksanaan
Sebelum
memulai tes administrator akan memberikan tes dengan cara-cara yang baku,
tetapi bagaimaanapun kecilnya perbedaan penerapan harus
diperhitungkan.administrator tes harus taat terhadap instruksi-instruksi atau
petunjuk pelaksanaan tes. Dalam penskoran tes janganlah secara langsung
mengaitkan dengan alasan-alasan yang berhhubungan dengan pelaksanaan tes. Dalam
hal ini tidaklah beralasan untuk menskor dengan menulis kesalahan secara
sembrono atau semaunya saja. Guru pembimbing atau konselor harus selalu
berhati-hati dalam penskoran tes dan meneliti penyimpangan-penyimpangan yang
mungkin terjadidalam penskoran.
b.
Lingkungan (kondisi-kondisi testing)
Lingkungan
atau kondisi-kondisi testing perlu dipahami dengan baik, karena lingkungan
fisik tertentu mempengaruhi pelaksaan tes. Situasi lingkungan yang terlalu
gaduh, penerangan yang kurang memadai, temperatur udara yang terlalu tinggi
(terlalu panas ataupun terlalu dingin) karena dapat menganggu proses
berjalannya tes. Gangguan-gangguan dari luar (para tamu ataupun telpon), semua
ini dapat menganggu konsentrasi testi dalam mengerjakan tes.
G. Etika Penggunaan Tes Psikologis
Tes psikologi merupakan suatu
insstrumen yang sudah baku, maka dari itu tester tetap harus mempergunakan tes
psiklogi itu harus betanggung jawab dan secara etis melindungi testinya.
Menurut Dewa Ketut Sukarda (1988) prinsip dasar yang melandasi etika praktik
dalam penggunaan tes psikologi adalah sama essensialnya dengan layanan
konseling sebagai suatu profesi membantu, yaitu: (1) agar guru pembimbing atau
konselor dapat memberikan layanan yang kompeten dalam batas-batas
kemampuannya dan pengembangan profesinya
sendiri, (2) hendaknya kesejahteraan testi menjadi kriteria untuk
mempertimbangkan kegiatan apa yang diperlakukan oleh seseorang atau orang yang
lainnya.
American
Psycological Association,dalam Ethical
Standards of Psikologist (1963) telah mempublikasikan sembilan belas
prinsip etika penggunaan tes psikologis. Dari kesembilan belas prinsip tersebut
hanya empat prinsip yang relevan dengan pengelolaan layanan testing. Etikika
praktik konselor dan para psikolog adalah sama yaitu;
1.
Kerahasiaan:
kesejahteraan konselor ditempatkan pada tempat yang utama, maka konselor menerima
tanggung jawab untuk mempertahankan kerahasiaan hubungan dengan klien.
2.
Keamanan
tes:
tes adalah merupakan suatu alat profesiona dan sebagai suatu alat profesional
maka penyebarannya hanya terbatas dengan menggunakan kompotensi teknis yang
tepat. Tes yang belum dibakukan sebaiknya tidak dipergunakan karena belum
terjamin keaamnannya.
3.
Intepretasi
tes:
material atau bahan-bahan tes dan skor tes semestinya diperuntukkan hanya
kepada orang-orang yang berwenang menggunakannya, oleh karena itu, hasil-hasil
tes seharusnya interpretasikan pada klien dan dapat meberikan jawaban tertentu
tanpa adanya penyalahgunaan dan salah interpretasi.
4.
Publikasi
tes:
tes yang telah baku harus memuai buku petunjuk pegangan tes yang menggambarkan
bagaimana dan oleh siapa tess itu bisa digunakan lebih efektif. Iklan-iklan
yang berhubungan tes harus faktual dan deskriptif, dan bukan emosional atau
persuasif.
The Canadian Guidance and
Counselling Association (1982), mempublikasikan sebelas
prinsi khusu yang mencakup etika cara pemakaian tes psikologi, yaitu:
1.
Guru pembimbing atau knselor harus
mengakui batas kompotensinya dan tidak memberikan layanan teting atau
menggunakan teknik-teknik diluar persiapan dan kompotensinya atau yang tidak
memenuhi standar profesional yang telah ditetapkan.
2.
Guru pembimbing atau knselor harus
mempertimbangkan atau menetapkan dengan cermat dan teliti viiditas,
realibilitas,dan ketepatan tes tertentu sebelum memilih untuk digunakan klien
tertentu.
3.
Menjadi tanggung jawab guru pembimbing
atau konselor untuk memberikan orientasi dan informasi yang adekuat pada
peserta testing agar hasil-hasil testingnya bisa di tempatkan dalam perspektif
yang tepat dengan faktor-faktor yang lain yang relevan. Faktor budaya dan
etnis, sosial ekonomi sangat mempengaruhi skor tes.
4.
Hasil tes dan data penilaian yg
digunakan untuk menilai kmunikasi dengan rangtua individu atau orang lain yang
tepat, maka harus disertai dengan interpretasi atau konseling yang adekuat.
5.
Skor tes psikologi sebagai pembanding
dengan interprestasi hasil-hasil teshanya disampaikan kepada orang yang
memenuhi syarat untuk mengenterpretasikan dan menggunakan secara cepat.
6.
Diperlukan ketelitian untuk memberikan informasi secara adekuat dan
menghindari terjadinya kesalahpahaman.
7.
Tes harus dilaksanakan sesuai yang
ditetapkan dalam manual buku petunjuk pelaksanaan tes.
8.
Tes psikologi dan alat-alat penilaian
lainnya, dan sebagian besar penilaian lainnya sebagian besar dapat di percaya
apabila orang yang mengambilnya adalah terbatas dengan minat profesional dan
komotensi seseorang sehingga mereka akan berupaya melindungi peggunanaanya.
9.
Guru pembimbing atau konselor memiliki
tanggung jawab untuk memberitahukan kepada peserta testing tentang tujuan
testing
10.
Guru pembimbing atau konselor harus
bekerja dengan teliti dalam menilai dan menginterpretasikan minoritas anggota
kelompok atau orang-orang lainnya yang tidak menyajikan norma-norma kelompok
terhadap pembakuan instrumen.
11.
Konselor tidak pantas memproduksi atau
memodifikasikan susunan tes itu tanpa memperoleh izin dan mengenal kemampuan
pengarang penerbit dan pemegang hak cipta.
Sedangkan
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) mengemukakan Kode Etika
jabatan knselor terutama bersangkut paut dengan testing adalah:
1.
Suatu jenis tes hanya diberikan oleh
petugas yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya. Dan konselor juga
harus memeriksa dirinya apakah ia mempunyai kewenangan yang di maksud.
2.
Testing diperlukan apabila dibutuhkan
dan data tentang sifat atau ciri kepribadian yang menuntut adanya perbandingan
dengan sampel yang lebih luas, misalnya taraf intelegensi, bakat, minat, dan
kecenderungan pribadi seseorang.
3.
Data yang diperoleh dari hasil testing
itu harus diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh dari klien
sendiri atau dari smber lain.
4.
Data hasil testing harus diperlakukan
setara seperti data atau informasi lain tentang klien.
5.
Konselor harus memberikan orientasi yang
tepat kepada klien mengenai alasan digunakannya tes dan apa hubungannya dengan
masalahnya. Hasilnya harus disampaikan kepada klien dengan disertai penjelasan
tentang arti dan kegunaannya.
6.
Hasil testing hanya dapat diberitahukan
kepada pihak lain sejauh pihak yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha
bantuan kepada klien dan tidak merugikan
klien.
7.
Pemberian sesuatu jenis tes harus
mengikuti pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes yang bersangkutan.
BAB III
PENUTUP
Tes
psikologi merupakan sebagai suatu tata cara yang sistematis untuk mengukur
tingkah laku individu dan menggambarkan tingkah laku individu itu melalui skala
angka atau system kategori.tes psikologi dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat
yang berlaku. Misalnya tes harus valid, reliable, distadarisasikan, objektif,
diskriminatif, komperehensif, dan mudah digunakan. Ada berbagai macam tes
psikologi, sebagai berikut:
1. Tes
kepribadian
2. Tes
bakat
3. Tes
intelegensi
4. Tes
prestasi belajar
5. Tes
fisik
6. Tes
psikis dll
Tujuan
dari tes psikologi adalah sebagai tujuan riset, dan sebagai diagnosis
psikologi. Ada pula batasan-batasan dalam penggunaan tes psikologi yaitu,
ketidak tepatan instrument, reaksi terhadap situasi testing, dan
kondisi-kondisi dari testing. Adapun faktor yang mempengaruhi penggunaan tes
psikologi adalah latar belakang budaya, latar belakang sosial ekonomi,
pendidikan yang diperoleh di sekolah atau latihan formal, persiapan tes atau
pengalaman tes, kepribadian, kesehatan fisik, karakteristik tes, dan
pelaksanaan tes.
kak mau nanya sumber refference nya ada kah?
BalasHapus