Sabtu, 29 Oktober 2016

Hakikat Perilaku Sosial Anak Usia Dini

A.                                                                                                   Hakikat Perilaku Sosial Anak Usia Dini
1.                  Pengertian Perilaku Sosial
Perilaku sosial merupakan aktivitas dalam hubungan dengan orang lain, baik dengan teman sebaya, guru, orangtua maupun saudara-saudaranya. Didalam hubungan dengan orang lain, terjadi peristiwa yang sangat bermakna dalam kehidupannya yang membentuk kepribadiannya, yang membantu berkembang menjadi manusia sebagai mana adanya.
Sejak kecil anak telah belajar cara berprilaku sosial sesuai dengan harapan orang-orang yang paling dekat dengan dia, yaitu orangtuanya (ibu dan bapaknya), keluarganya. Apa yang telah dipelajari anak dari lingkungannya sangat memengaruhi perilaku sosialnya.
Perasaan terhadap orang lain, juga merupakan hasil dari pengalaman yang lampau dan memengaruhi hubungan sosial, seperti yang dapat diamati dalam situasi kehidupan sehari-hari. Hasil pengamatan yang diungkapkan oleh Johnson (1975: 82) menunjukkan bahwa anak berprilakudalam suatu kelompok berbeda dengan perilakunya dalam kelompok lain. Perilaku anak dalam kelompok juga berbeda dengan pada waktu dia sendirian.
Kehadiran orang lain menimbulkan reaksi yang berbeda pada tiap-tiap anak. Menurut Johnson, perbedaan ini dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu: persepsi individu yang menjadi anggota kelompok, lingkungan tempat terjadinya interaksi dan pola kepemimpinan yang dipakai guru di kelas.
Sejalan dengan Johnson, Einsberg (1982: 5) menyatakan bahwa perilaku sosial adalah tingkahlaku seseorang yang bermaksud mengubah keadaan psikis atau fisik penerima sedemikian rupa, sehingga penolong akan merasa bahwa penerima menjadi lebih sejahtera atau puas secara material atupun psikologis. Dari defenisi Einsberg tersebut dapat dipahami bahwa perilaku sosial lebih menitikberatkan pada perbuatan anak yang dimaksudkan untuk membantu temannya melalui kemampuannya dalam menunjukkan empati, murah hati, kerja sama dan kasih sayang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku sosial atau perilaku prososial adalah kegiatan yang berhubungan dengan orang lain
2.                  Kemampuan Dalam Bersosialisasi
Salah satu perilaku sosial yang di tuntut pada anak taman kanak-kanak yaitu kemampuan menjalin hubungan dengan orang atau anak yang lain. Pada awal masa bayi (usia 3 bulan), anak sudah mulai menunjukkan keinginannya intuk berhubungan dengan orang lain, dengan senyum yang ditunjukkannya bila da orang yang mendekatinya pada saat itu sifat hubungannya dengan orang lain masih sangat terbatas, karena kemampuan teaksi dan komunikasinya yang juga masih sangat terbatas. Dengan pengetahuannya itu anak mulai mengubah perilaku yang negative dan mengembangkan perilaku-perilaku positif supaya hubungan dengan orang lain dapat tetap berlangsung dengan baik.  Anak semakin mampu mengendalikan perasaan-perasaannya, untuk dapat mempertahankan hubungan yang baik dengan orang lain.
            Menurut Dini P. Daeng (1996:114) ada empat faktor yang berpengaruh pada kemampuan anak bersosialisasi, yaitu: (a) adanya kesempatan bergaul dengan orang yang berbeda usia dan latar belakang (b). adanya minat dan motivasi untuk bergaul; (c) adanya bimbingan dan pengajaran dari orang lain, dan (d) adanya kemampuan berkomunikasi yang baik pada anak. Keempat faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: pertama, adanya kesempatan utuk bergaul dengan orang-orang yang disekitarnya dari berbagai usia dan latar belakang. Faktor ini dapat diuraikan bahwa semakin banyak dan bervariasi penglaman dalam bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, maka akan semakin banyak pula hal-hal yang dapat dipelajarinya, untuk menjadi bekal dalam meningkatkan keterampilan sosial tersebut.
            Kedua, adanya minat dan motivasi untuk bergaul. Adapun pada bagian ini, semakin banyak pengalaman yang menyenangkan yang diperoleh melalui pergaulan dan aktivitas sosialnya,  minat dan motivasi untuk bergaul juga akan semakin berkembang. Keadaan ini memberi peluang yang lebih besar untuk meningkatkan keterampilan sosialnya. Dengan minat dan motivasi bergaul yang besar anak akan terpacu untuk selalu memperluas wawasan pergaulan dan pengalaman dalam bersosialisasi, sehingga makin banyak pula hal-hal yang di pelajari.
            Ketiga, adanya bimbingan dan pengajaran orang lain, yang biasanya menjadi model bagi anak. Walaupun kemampuan sosialisasi ini dapat pula berkembang melalui cara ‘coba-salah’ (try and error) yang dialami anak melalui pengalaman bergaul atau ‘meniru’ perilaku orang lain dalam bergaul, tetapi akan lebih efektif bila ada bimbingan dan pengajaran yang secara sengaja diberikan oleh orang yang dapat dijadikan model bergaul yang baik bagi anak.
            Keempat, adanya kemampuan berkomunikasi yang baik yang dimiliki anak. Dalam berkomunikasi dengan orang lain, anak tidak hanya dituntut untuk berkomunikasi dengan kata-kata yang berkomunikasi dengan kata-kata yang bisa di pahami, tetapi juga dapat membicarakan topik yang dapat di pahami, tetapi juga dapat membicarakan topic yang dapat di mengerti dan menarik bagi orang lain yang menjadi lawan bicaranya. Kemampuan berkomunikasi ini menjadi inti dari sosialisasi.
3.                   Kemampuan Melakukan Kegiatan Bermain dan Menggunakan Waktu Luang
Dunia anak adalah dunia bermain, khususnya pada anak usia prasekolah, bermain merupakan kebutuhan dasar mereka. Dengan demikian wajarlah bila sebagian besar waktu anak diisi dengan kegiatan bermain.
Kegiatan bermain adalah kegiatan yang dilakukan anak secara spontan tanpa mempertimbangkan hasil atau balasan apapun dan dari siapa pun, tapi semata-mata untuk menimbulkan kesenangan dan kegembiraan saja. Anak melakukan bermain biasanya dilakukan secara suka rela, tanpa paksaan dan tanpa ada aturan main tertentu, kecuali bila ditentukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam permainan tersebut.
Anak usia prasekolah pada umumnya senang melakukan permainan yang mengandung aktifitas gerak, seperti berlari, meloncat, memanjat dan bersepeda, tetapi ada pula anak yang tidak begitu menyukai kegiatan bermain aktif, anak yang demikian lebih memilih bentuk kegiatan bermain pasif yang kurang banyak merangsang aspek fisik motoriknya tetapi lebih merangsang aspek perkembangan lainnnya,terutama perkembangan kognitifnya.
Kedua jenis kegiatan permainan ini, baik bermain aktif maupun bermain pasif, sama-sama bermanfaat bagi perkembangan anak, namun untuk memberi manfaat yang optimal dan bersifat menyeluruh bagi perkembangan anak, kedua jenis kegiatan bermain ini perlu dilakukan oleh anak secara seimbang.
4.                  Kemampuan Anak Mengatasi situasi sosial yang dihadapi
Kemampuan anak dalam mengatasi situasi sosial yang dihadapi erat kaitannya dengan kemampuan anak dalam menjaling hubungan manusia. Hal ini disebabkan karena situasi sosial yang dihadapi anak, mau tidak mau melibatkan orang lain sehingga pada dasarnya tidak dapat lepas hubungannya dengan orang lain. Salah satu yang berkaitan dengan kemampuan mengatasi situasi sosial ini, anak tidak harus berhubungan langsung dengan orag lain. Masalahnya yang dihadapinya tidak berhubungan langsung dengan orang lain, tetapi berhubungan dengan situasi sosal, yaitu situasi yang diciptakan oleh orang lain.
5.                  Pola perilaku Sosial
Pola perilaku sosial menurut Hurlock (1978: 239) terbagi atas 2 kelompok, yaitu pola perilakusosial dan pola perilaku yang tidak sosial. Pola perilaku yang termasuk dalam perilaku sosial adalah: kerjasama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empati, ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri senidiri, meniru, dan adanya perilaku kelekatan. Dari beberapa perilaku sosial tersebut diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.                  Kerjasama
Sekelompok anak belajar bermainatau bekerja sama dengan anak lain. Semakin banyak kesempatan untuk melakukan bersama-sama, semakin cepat mereka belajar dengan bekerja sama.
b.                  Persaingan
Merupakan dorongan bagi anak-anak untuk berusaha sebaik-baiknya, hal itu akan menambah sosialisasi mereka. Jika hal itu diekspresikan dalam pertengkaran dan kesombongan, dapat mengakibatkan timbulnya sosialisasi yang buruk yang dialami anak.
c.                  Kemurahan Hati
Ini terlihat pada kesediaan untuk berbagi sesuatu dengan anak lain meningkat dan sikap mementingkan diri sendiri semakin berkurang, setelah anak belajar bahwa kemurahan hati menghasilkan penerimaan sosial.
d.                 Hasrat akan penerimaan sosial
Jika hasrat pada diri anak untuk diterima kuat, hal itu mendorong anak untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial.
e.                  Simpati
Anak kecil tidak mampu berprilaku simpati sampai mereka pernah mengalami situasi yang mirip dengan duka cita.
f.                   Empati
Adalah kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan meghayati orang tersebut.
g.                  Ketergantungan
Ketergantungan terhadap orang lain dalam hal bantuan, perhatian, dan kasih sayang mendorong anak untuk berprilaku dalam cara yang diterima secara sosial.
h.                  Ramah
Biasanya anak kecil memperlihatkan sikap ramah melalui kesediaannya melakukan sesuatu untuk orang lain atau anak lain dan dengan mengespresikan kepada mereka.
i.                    Sikap tidak mementingkan diri sendiri
Anak perlu mendapat kesempatan dan dorongan untuk membagi apa yang mereka miliki.belajar memikirkan orang lain dan berbuat untuk orang lain.
j.                    Meniru
Dengan meniru orang yang diterima baik oleh kelompok sosial, anak-anak memperoleh untuk mengembangkan sifat dan meningkatkan penerimaan kelompok terhadap diri mereka.
k.      Perilaku kelekatan
Dalam landasan yang dibrikan pada masa bayi, yaitu ketika bayi mengenmbangkan kelekatanyng ada hangat, dan penuh cinta kasih kepada ibu atau pengganti ibu,anak kecil mengalihkan pola perilakuini pada anak atau orang lain dan belajar membina persahabatn dengan orang lain.
Adapun pola perilaku yang tidak sosial adalah perilaku yang menunjukkan negatifisme, agresif, pertengkaran, mengejak dan menggertak, perilaku sok kuasa, egosntrisme, prasangka dan ontogenisme.
6.      Pengaruh kelompok sosial
Menurut harlock (1978:231) keluarga merupakan agen sosialisasi yang paling penting. Ketika anak-anak memasuki sekolah, guru mulai memasukkan pengaruh sosialisasi terhadap mereka, meskipun pengaruh teman sebaya biasanya lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh guru dan orang tua. Studi perbedaan antarapengaruh teman teman sebaya dan pengaruh orangtua terhadap keputusan anak pada berbagai tingkatan umum menentukan bahwa dengan meningkatnya umur anak, jika nasihat yang diberikan oleh keduanya (orantua dan teman sebaya) berbeda, maka anak cenderung terpengaruh oleh teman sebaya.ada beberapa alasan yang mendasar mengapa perlu diberi pembelajaran tentang perilaku sosial:
a.       Agar anak dapat belajar bertinkah laku yang dapat diterima lingkungannya.
b.      Agar anak dapat memainkan peranan sosial yang bisa diterime kekelompoknya, misalnyaberperang sebagai laki-laki dan perempuan
c.       Agar anak dapat mengenbangkan sikap sosial yang sehat terhadap lingkunganya merupakan modal penting untuk sukses dalam kehidupannya kelak.
d.      Agar anak mampu menyesuaikan dirinya dengan baik, dan akibatnyapun dapat menerimanya dengan baik hati
7.      Interaksi soial anak dengan teman sebaya
Bonner dalam gerungan (1986: 57) merumuskan interaksi sosial sebagai hubungan anatra dua atau lebih individu dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah tau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Teman sebaya adalah anak yang memiliki usia kurang lebih berusia sama dengan anak lainnya dan berpikir serta bertindak bersama-sama
Dalam berinteraksi dengan teman sebaya, anak-anak akan memilih anak lain yang usianya hamper sama, dan didalam beriteraksi dengan teman sebaya yang lainnya, anak dituntut untuk dapat menerima persamaan usia, menunujukkan minat terhadap permainan, dapat menerima teman lain dari kelompok yang lain, dapat menerima jenis kelamin yang lain, dapat menerima keadaan fisik orang lain, mandiri atau dapat lepas dari orangtua atau orang dewasa lain, dan dapat menerima kelas sosial yang lain.
B.                 Perkembangan Perilaku Sosial Anak Usia Dini
Secara lebih rinci, Landy (2003: 54-56) menggambarkan tahap perkembangan perilaku sosial pada anak-anak, sebagai berikut.
·  Dari 0 sampai 1 tahun; pada bulan-bulan pertama bayi mulai menunjukkan ketertarikan terhadap raut wajah manusia dan mulai belajar melakukan kontak mata dengan orang lain.
·  Usia 1-2 tahun anak menikmati keberadaannya bersama anak-anak lain dan bermain namun kadang-kadang berebut tempat dan mainan lainnya.
· Usia 2-3 tahun pada tahap ini anak-anak menjadi lebih mudah melakukan permainan dengan teman sebayanya dan memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap perspektif orang lain.
· Usia 3-4 tahunpada usia ini anak-anak cenderung untuk menjalin persahabatan yang kuat.
· Usia 4-6 tahun pada tahun-tahun ini bermain dengan permainan yang terorganisir dan bekerja sama dengan aturan-aturan tertentu menjadi lebih umum terjadi.
            Dari uraian Landy di atas terlihat bahwa perkembangan perilaku sosial pada anak akan berkembang semakin baik seiring dengan bertambahnya usia. Anak-anak yang lebih tua usianya cenderung lebih mampu menunjukkan perilaku sosial dibandingkan anak yang lebih muda.
            Sementara itu, Einsberg (dalam Ormrod, 2002:  56) mengungkapkan bahwa perkembangan perilaku sosial pada anak terjadi sejalan dengan perkembangan kognitif mereka. Oleh karena itu, Einsberg kemudian menyatakan bahwa perkembangan perilaku sosial terbagi menjadi beberapa level penalaran moral perilaku sosial.
C.                 Bentuk-bentuk dan model perilakusosial pada anak
Secara umum dapat dikemukakan bahwa bentuk-bentuk perilaku sosial yang sering muncul pada anak usia dini adalah tolong menolong, berbagi atau memberi, dan bekerja sama. Lebih lengkap, bentuk-bentuk perilaku sosial yaitu sebagaimana dikemukakan oleh para ahli berikut ini. Eliason dan Jenkins (1994: 109) mengemukakan bahwa bentuk-bentuk perilaku sosial yang semestinya didorong guru pada anak usia dini sebagai berikut:
1.      Mengikuti peraturan-peraturan kelas
2.      Belajar untuk mengatasi konflik sosial; seperti memanggil nama atau mengolok-olok
3.      Memperlakukan orang lain dengan sopan santun, dan belajar mengucapkan terima kasih atau tolong
4.      Mampu membagi perhatian dengan orang lain, termasuk kepada guru
5.      Mengembangkan kontak mata dengan teman sebaya dan orang dewasa
6.      Belajar tersenyum pada orang lain
7.      Mampu menolong orang lain
8.      Menunjukkan empati terhadap perasaan dan situasi orang lain, dan mengungkapkan simpati ketika orang lain mengalami kesulitan.
9.      Merasa nyaman saat berbicara dengan orang lain dan belajar untuk menjadi pendengar yang baik
10.  Belajar mengikuti peraturan-peraturan permainan yang sederhana, bergiliran, dan bekerja sama.
11.  Belajar mendapatkan perhatian dari teman dengan cara yang positif dan konstruktif
12.  Mengembangkan perilaku bertanggung jawab, seperti menjaga miliknya sendiri
13.  Belajar untuk memberikan pujian daripada kritikan terhadap orang lain
14.  Menunjukkan toleransi terhadap orang lain dan perbedaannya
15.  Mampu berbagi dan bekerja sama dengan orang lain dalam situasi bermain
16.  Mampu mengungkapkan penyesalan ketika baerbuat atau berkata yang menyakiti orang lain.
17.  Mampu menerima konsekuensi dari perilaku dan tindakannya.
            Sementara itu, Howard (2002: 26) mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk perilaku sosial yang perlu diajarkan sejak dini dan sekaligus merupakan kebutuhan anak adalah:
1.      Tukar-menukar
2.      Bergiliran
3.      Menunggu
4.      Meminta sesuatu
5.      Berterima kasih
6.      menganbil sudut pandang orang lain
7.      melihat efek tindakannya sendiri
8.      mengenali perasaan orang lain
adapun menurut Beaty (1998: 147) mengungkapkan bahwa perilaku sosial merupakan aspek positif dari perkembangan moral yang mencakup perilaku empati, murah hati, kerjasama, dan kasih sayang. Seperti halnya model yang dikembangkan oleh Marion, Beaty pun membagi masing-masing perilaku tersebut menjadi perilaku-perilaku yang lebih spesifik. Empaty terbagi menjadi kemampuan untuk menunjukkan kepedulian pada teman yang kesusahan dan dapat menceritakan perasaan teman selama konflik. Murah hati terdiri dari kemampuan untuk berbagi dan memberi sesuatu pada orang lain. Kerjasama terbagi menjadi kemampuan untuk bergiliran dan memenuhi permintaan tanpa rewel. Adapun kasih sayang terdiri dari kemampuan untuk membantu orang lain mengerjakan tugas dan membantu (peduli) pada teman yang membutuhkan.
D.                Aspek-Aspek Perilaku Sosial Anak Usia Dini
            Keterampilan sosial atau perilaku sosial hendaknya dimiliki oleh anak usia dini ini sedikitnya meliputi: (1) kemampuan memilih teman bermain atau kemampuan bersosial dengan yang lain; (2) memulai interaksi sosial dengan anak lain; (3) berbagi makanan; (4) meminta izin untuk memakai benda orang lain; (5) menunggu atau menunda keinginan untuk bergiliran; (6) menikmati kedekatan sementara dengan salah satu teman; (7) menunjukkan kebanggan terhadap keberhasilannya; (8) dapat memecahkan masalah dengan teman. Pertama, kemampuan memilih atau bersosialisasi dengan orang lain ditandai dengan adanya minat terhadap aktivis teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok, dan tidak puas bila tidak bersama teman-temannya. Anak tidak lagi puas bermain sendiri di rumah atau dengan saudara-saudara kandung atau melakukan kegiatan-kegiatan dengan anggota-anggota keluarga. Anak ingin bersama teman-temannya dan akan merasa kesepian serta tidak puas bila tidak bersama dengan teman-temannya.
            Kedua, melakukan interaksi sosial dengan anak lain adalah hubungan antara dua atau lebih individu di mana kelakuan individu yang satu memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Hubungan antara anak dan teman sebaya merupakan bagian dari interaksi sosial yang dilakukan anak di lingkungan sekolah maupun lingkungan  masyarakat. Dalam berinteraksi dengan teman sebaya, anak akan memilih anak lain yang  usianya  hampir sama dan di dalam berinteraksi dengan teman sebaya lainnya, untuk dituntut untuk dapat menerima teman sebayanya. Dalam penerimaan teman sebayanya anak harus mampu menerima persamaan usia, menunjukkan minat terhadap ppermainan, dapat menerima  teman lain dari kelompok, atau dapat lepas dari orangtua atau orang dewasa  lain, dan menerima kelas sosial yang berbeda. Jadi  interaksi sosial ini merupakan kegiatan yang berhubungan dengan orang lain, kegiatan yang berkaitan dengan pihak lain yang memerlukan sosialisasi dalam hal bertingkah laku yang dapat diterima oleh orang lain, belajar memainkan peran yang dapat diterima oleh orang lain, serta upaya mengembangkan sikap sosial yang dapat diterima oleh orang lain. Proses atau interaksi sosial yang lakukan anak usia dini yaitu hubungan sosial anak dengan sesamanya atau orang-orang yang ada di dalam lingkungannya. Bagaimana anak bersosialisasi dengan yang lain, seperti dengan orangtua, anggota keluarga, guru, dan orang lain yang ada di sekitar lingkungan dimana anak berada, baik di rumah, di sekolah, maupun di lingkungan masyarakat.
            Ketiga, berbagi. Pembelajaran berbagi pada anak usia dini sangat penting dalam rangka mengembangkan sikap dan perilaku sosial pada orang lain. Anak usia dini sudah lebih sosial, dan kemampuan berbahasanya sudah cukup baik sehingga bisa memahami perkataan  orangtua dan gurunya. Kemampuan berbagi pada umumnya tidak muncul secara alami, bahkan sebaliknya, anak-anak cenderung menganggap  segala yang disentuhnya adalah miliknya, apalagi mainan.
            Berbagai cara dalam mengajarkan berbagi pada  anak usia dini ini dapat dilakukan dengan cara, antara lain:
1.      Konsep bermain dengan suatu benda secara bergiliran lebih mudah dipahami anak balita daripada konsep berbagi mainan.
2.      Bermain peran.
3.      Bermain bersama.
4.      Menginap di tempat saudara.
5.      Meminjamkan mainan
6.      Peduli musibah
            Menurut Wiratna Sari, ada sepuluh tip dalam mengajarkan anak untuk berbagi, yaitu:
1.      Jangan memaksa-beri contoh  yang baik
2.      Hati-hati  ketika meminta anak bergiliran
3.      Jagalah netralitas Anda
4.      Cari solusi, bukan kesalahan
5.      Realistis dan rileks saja
6.      Meminta maaf atas nama anak Anda
7.      Anda tidak perlu menang di setiap konflik
8.      Pahami dinamika kakak-beradik
9.      Pelajari hubungan antar-anak
10.  Beri apresiasi untuk perilaku murah hati
            Sehubungan dengan aspek-aspek perilaku sosial, maka materi pembelajaran yang harus dipersiapkan dalam rangka mengembangkan perilaku sosial yang di terapkan di taman kanak-kanak, meliputi disiplin, kerja sama, tolong-menolong, empati, dan tanggung jawab. Aspek-aspek tersebut di atas secara terperinci dijelaskan di bawah ini.
1.      Disiplin
2.      Kerja sama
3.      Tolong-menolong
4.      Empati
5.      Tanggung jawab
E.       Prinsip-prinsip pengembangan kemampuan perilaku sosial anak
Menembangkan perilaku sosial membutuhkan upaya dan keterampilan tersendiri. Sedikitnya ada lima prinsip yang dikemukakan oleh Lindy (2003: 62-63) untuk mengembangkan perilaku sosial. Prinsip-prinsip tersebut yaitu:
1.    Berikanlah contoh dan dorongna perilaku yang menunjukkan kepedulian terhadap anak-anak.
Orangtua dapat mengambil keuntungan dari kecenderungan alami anak-anak untuk meniru dengan menunjukkan perhatian dan kedermawanan terhadap orang-orang yang ada di sekitar anak. Menghormati opini orang lain dapat menjadi pengaruh yang positif terhadap perilaku sosial anak.
2.    Bantulah anak-anak untuk melihat efek dari perilaku mereka terhadap orang lain.
Doronglah pengambilan peran dan perspektif. Hanya dengan memberitahu anak bahwa ia telah menbyakiti hati seseorang hal tersebut tak akan mengajarkannya peduli teradap orang lain.  
3.    Dororng rasa tanggung jawab dengan meminta anak-anak untuk mengerjakan tugas atau pekerjaan.
Pada usia dini, anak-anak dapat memperoleh rasa kompetensi dengan mengambil minumnya sendiri atau memilih mainan mereka.
4.    Ajaklah anak-anak untuk berhubungan dengan teman sebaya dan ajari mereka keterampilan dan strategi sosial.
Anak-anak harus belajar keterampilan-keterampilan sosial, karena keterampilan-keterampilan sosial tersebut tidak datang secar alami.
5.    Ajarkan keterampilan menyelesaikan masalah dan kemampuan bernegosiasi interpersonal.
Akan lebih mudah untuk menyelesaikan suatu konflik pada saat konflik tersebut masih terjadi.
F.        Penerapan bimbingan untuk peningkatan kemampuan perilaku sosial
     Berbicara mengenai bimbingan perilaku sosial pada anak usia dini, banyak hal yang menarik didalamnya. Anak usia 3-4 tahun yang dalam hal ini masih berada di rentang usia kelompok bermain, mempunyai karakteristik tersendiri dalam perkembangannya. Khususnya dalam perkembangan perilaku sosial, anak perlu dibiasakan dan diajarkan bagaimana cara mereka berinteraksi dalam lingkungan sosial di lingkunganya.
     Pembelajaran perkembangan perilaku sosialyang bisa dilakukan dalam lingkungan keluarga,  sangat penting agar kelak anak-anak menjadi pribadi yang santun, mempunyai rasa empati, simpati, tenggang rasa, saling menghormati, dan mempunyai sifat sosial yang baik. Dengan mempunyai bekal melalui pembiasaan berinteraksi sosial dan berperilaku baik, maka insya Allah, kelak anak-anak kita akan menjadi generasi penerus bangsa yang mempunyai kecerdasan sosial dan kecerdasan interpersonal yang akan mengharumkan bangsa dan negaranya.
     Melalui pergaulan anak atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga, orang dewasa, dan teman sebaya lainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial. Pada masa anak menurut Syamsul Yusuf, bentuk-bentuk perilaku sosial itu sebagai berikut:
1.         Pembangkangan (negativisme), yaitu bentuk tingkah laku melawan.
2.         Agresi (aggression), yaitu perilaku menyerang baliksecara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal).
3.         Berselisih atau bertengkar (quarelling), terjadi apabila anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sika dan perilaku anak lain, seperti diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut barang atau mainannya.
4.         Menggoda (teasing), yaitu sebagai bentuk lain dari agresif.
5.         Persaingan (rivally), yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong (distimulasi) oleh orang lain.
Berikut ini akan dipaparkan beberapa sikap dan keterampilan yang sebaiknya dimiliki oleh seorang pembimbing di taman kanak-kanak.
1.      Aspek sikap
Menurut Brammer (1979: 35-42) sikap seseorang yang memenuhi syarat  sebgaia seorang pembimbing yaitu: (1) empati; (2) kehangatan; (3) penuh perhatian; (4) keterbukaan; (5) rasa hormat; dan (6) konkretkan dan khususkan.
Selanjutnya, masih dalam kategori aspek sikap yang harus dimiliki guru sebgaia pembimbing anak usia dini ini adalah bahwa guru sedikitnya harus memiliki empat karakteristik persyaratan khusus, yaitu:
a.       Guru mempunyai sikap kesadaran diri
b.      Guru mamapu menciptakan hubungan yang akrab
c.       Guru memiliki sikap keterbukaan
d.      Guru menyampaikan pemahamannya terhadap perasaan anak
2.      Aspek keterampilan
Guru hendaknya menguasai berbagai keterampilan utama dalam bimbingan. Dengan keterampilan yang dimiliki tersebut guru dapat melakukan pelayanan bimbingan pada anak yang tepat dan benar.