Minggu, 01 Mei 2016

Makalah tes psikologis

BAB II
PEMBAHASAN
A.                Pengertian Tes Psikologis
Kata tes berasal dari bahasa latin, testum artinya alat untuk mengukur tanah. Dalam bahasa prancis kuno tes artinya ukuran yang digunakan untuk membedakan emas dan perak dari logam-logam yang lain. Tetapi lama-kelamaan arti tes menjadi lebih umum, dalam psikologi kata tes mula-mula digunakan oleh J.M. Cattell pada tahun 1890, namun sampai sekarang belum ada keseragaman para ahli mengenai apakah tes itu.
Add caption
Anne Anastasya (1990) merumuskan “A psychological test essentially an objective and standardized measure of a sampel of behaviour”.
Lee J. Cronbach (1984) merumuskan “A test is a systematic procedure for comparing the behavior of two more persons”.
Peters dan Sheltzer (1974) merumuskan tes sebagai suatu prosedur yang sistematis untuk mengobservasi tingkah laku individu dan menggambarkan tingkah laku itu melalui skala angka atau system kategori.
Philip L. Harriman (1963) merumuskan bahwa tes adalah any task (or series of task) that yield a score wich may be compared scores made by other individuals. Sedangkan Soemadi Soeryabrata (1984) merumuskan bahwa tes adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dan atau perintah-perintah yang harus dijalankan yang berdasar atas bagaimana testi menjawab pertanyaan-pertanyaan dan dapat pula berbentuk pertanyaan. Tugas itu diberikan kepada testi (orang yang di tes) baik secara perorangan maupun kelompok. Bila tes itu diberikan kepada seorang pada satu waktu disebut tes perorangan (tes invidual) sedangkan bila diberikan pada sekelompok testi disebut tes kelompok. Tugas yang diberikan kepada testi itu dapat dijawab dalam bentuk tertulis, ucapan, tingkah laku tertentu atau gerakan-gerakan. Jika jawaban yang diminta pada tugas itutertulis maka tes tersebut dinamakan tes tulisan jika hanya ucapan maka tes itu dinamakan pertanyaan dan atau melakukan perintah-perintah itu, penyidik mengambil kseimpulan dengan cara membandingkannyadengan standart atau testi yang lain.
Keempat rumusan tersebut diatas tampak bahwa didalam tes harus ada: tugas dan tugas itu diberikan oleh tester kepada testi, hasil dari tugas itu dibandingkan atau ada bahan pembanding.
Karena itu dalam testing harus ada tugas, atau serangkaian tugas, tugas itu dapat berbentuk perintah tes lisan. Sedangkan jika jawaban yang dituntut adalah gerakan maka tes disebut tes tindakan atau performance tes. Jawaban-jawaban testi itu dibandingkan dengan jawaban testi yang lain atau angka standar tes tersebut. Dari hasil perbandingan itu tester dapat mengambil kesimpulan tentang diri testi.
B.                 Syarat-Syarat Tes Psikologis Yang Baik
Tes sebagai alat pembanding atau pengukur supaya dapat berfungsi secara baik haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syarat itu adalah:
1.                  Valid
Valid berarti cocok atau sesuai. Suatu tes dikatakan valid, apabila tes tersebut benar-benar dapat mengukur atau member gambaran tentang apa yang diukur. Misalnya jika tes itu tes intelgensi maka tes tersebut harus memberikan gambaran mengenai gambaran mengenai intelegensi individu, dan bukan memberikan keterangan tentang kecakapannya dalam berbagai macam mata pelajaran di sekolah.
2.                  Reliable
Relianle berarti dapat di  percaya. Suatu tes dapat dikatakan dipercaya apabila hasil yang dicapai oleh tes itu konstan atau tetap tidak menunjukkan perubahan yang berarti walaupun diadakan tes lebih dari satu kali. Karena itu didalam reabilitas menyangkut persoalan stabilitas dari hasil yang dicapai oleh tes itu. Sebab itu ada tiga hal yang turut berpengaruh terhadap stabilitas hasil sesuatutes yaitu: alat pengukur diri sendiri, testi dan tester.
Mengenai alat penhukur, misalnya yang diukur adalah benda-benda maka dengan mudah saja dikendalikan karena cukup dengan mengetahui bahan yang digunakan dalam membuat pengukur itu. Akan tetapi alat pengukur yang digunakan untuk mengukur tingkah laku individu agak sukar pengendaliannya karena untuk mengontrolnya harus memiliki item yang digunakan dalam konstruksi tes tersebut.
Mengenai testi yang dites akan didapati variasi-variasi pengukuran yang diakibatkan oleh keadaan testi itu seperti itu bila ia berada dalam keadaan sakit, sedih, lelah atau situasi tempat yang tidak dapat dikendalikan dan sebagainya. Sedangkan mengenai tester, kesalahan ini bisa timbul karena tester itu mengantuk, lelah, salah baca ataupun pengaruh dari situasi luar yang tak dapat dikendalikannya.
3.                  Distandarisasikan
Standarisasi suatu tes bertujuan bahwa supaya setiap testi mendapat perlakuan yang sama. Mengapa demikian, karena skor yang dicapai hanya mempunyai arti apabila dibandingkan satu sama lain.
Ada empat hal yang perlu distandarisasikan yaitu: materi tes, penyelanggaran tes, scoring tes dan interpretasi hasil testing. Mengenai materi tes yang dimaksudkan disini adalah bahan-bahan yang digunakan didalam membuat tes seperti: kertas, karbon, tinta dan sebagainya, juga item-item lainnya: misalnya kata-kata, gambar-gambar, garis-garis, tanda-tanda dan sebagainya. Hal tersebut perlu distandarisasikan supaya testi betul-betul dihadapkan kepada hal yang sama.
Mengenai penyelenggaran tes, dalam penyelenggaran ini tercakup perlengkapan seperti: meja, kursi alat tulis menulis dan sebagainya. Cara penyajian petunjuk-petunjuk, cara mengerjakan serta waktu yang disediakan untuk mengerjakan tes tersebut.
Mengenai scoring tes dalam scoring tercakup cara-cara member skor, pertimbangan-pertimbangan untuk menentukan skor (kunci) serta system scoring atau lambing-lambang yang digunakan serta artinya dan batas-batasnya dan sebagainya. Mengenai interpretasi hasil tes, dalam hal ini hasil tes yang sama harus diberikan interpretasi yang sama pula.
4.                  Objective
Suatu tes dikatakan objektif apabila pendapat atau pertimbangan-petimbangan tester tidak ikut berpengaruh dalam hasil testing. Maksudnya tidak ada unsure-unsur subjektif dari pihak tester didalam proses penentuan skor. Jadi yang objektif adalah penilaiannya. Dengan demikian tes yang objektif akan memberikan hasil yang sama walaupun  dinilai oleh yang berbeda.
5.                  Diskriminatif
Suatu tes dikatakan diskriminatif bila mampu menunjukkan perbedaan-perbedaan yang kecil dari sifat-sifat atau faktor-faktor tertentu dari individu yang berbeda-beda. Isalnya dengan tes intelgensi dapat dengan mudah memisahkan antara individu yang lamban, sedang dan pintar. Dengan demikian persoalan diskriminatif dari pada tes menyangkut tentang kemampuan diskriminasi terhadap perbedaan-perbedaan yang ada pada testi.
6.                  Komperehensif
Tes komperehensif berarti tes tersebut dapat sekaligus menyelidiki banyak hal, misalnya kita harus menyelidiki prestasi individu dalam bahan ujian tertentu, maka tes yang cukup komperehensif akan mampu mengungkapkan pengetahuan testi mengenai hal yang pelajari, juga hal ini mencegah dorongan berspekulasi.
7.                  Mudah Digunakan
Dalam hubungan ini berarti suatu tes yang baik harus mudah menggunakannya, sebab walaupun semua syarat yang telah disebutkan diatas terpenuhi oleh suatu tes akan tetapi tes tersebut sukar menggunakannya maka tes itu tetap mempunyai kelemahan, sebab tes itu adalah suatu alat yang nilainya sangat bergantung pada kegunaannya. Karena itu kalau menggunakannya sukar maka tes tersebut rendah nilainya.
Bila ketujuh syarat tersebut telah dimiliki oleh suatu tes maka tes itu dapat diharapkan menunaikan fungsinya sebagaimana mestinya yaitu dapat menunjukkan hasil yang objektif dari aspek-aspek psikis yang diukur.
C.                Klasifikasi Tes Psikologis
Tes itu sangat banyak macamnya sehingga untuk mendapatkan orientasi yang baik mengenai tes perlu dilakukan klasifikasi. Untuk membuat klasifikasi tes hendaklah ditinjau dari beberapa segi.
1.                  Bila Ditinjau Dari Banyaknya Orang Yang Di Tes, Dibedakan Atas:
a.                  Tes Individual
Adalah jenis tes yang hanya dapat melatani untuk seorang individu saja dalamsatu waktu. Tes ini memerlukan banyak waktu sehingga tidak efisien, tetapi jika di tinjau seumbangannya dalam mengenal pribadi individu, maka tes ini adalah lebih cermat dibandingkan dengan tes kelompok. Contoh jenis tes ini: tes WISC (wechler intelligence scale for children), WAIS (wechler adult intelligence scale) dan sebagainya.
b.                 Tes kelompok
ialah tes yang dapat melayani sekelompok testi dalam satu waktu. Tes kelompok ini lebih ekonomis jika dibandingkan dengan tes individual sebab dalam satu singkat dapat diperoleh banyak individu yang di tes. Contoh jenis tes ini adalah ulangan-ulanganyang diberikan oleh guru, tes standart progresif matrikz dan sebagainya.
2.                  Bila Ditinjau Dari Segi Waktu Yang Disediakan, Dibedakan Atas
a.                  Tes Kecepatan
Yaitu tes yang menggunakan kecepatan waktu dalam mengerjakan tes atau waktu untuk mengerjakan tes sangat terbatas. Contoh jenis tes ini arithmetical reasoning, tes klerikal, dan saebagainya.
b.                 Tes Kemampuan (Power Test)
Yaitu jenis tes yang dimaksudkan untuk mengetahui sampai dimana kemampuan seseorang dalam mengerjakan tes. Soal waktu tidak dituntut terlalu ketat. Contoh jenis tes ini General Compherehention Tes,tes, dan sebagainya.
3.                  Bila Ditinjau Dari Segi Materi Tes, Dibedakan Atas:
a.                  Tes verbal ialah tes yang menggunakan bahasa (baik lisan maupun tulisan). Karena itu orang yang dites harus bisa membaca dan menulis.
b.                  Tes nonverbal ialah tes yang item-itemnya tidak terdiri dari bahasa, tetapi terdiri dari gambar-gambar, garis-garis dan sebagainya. Contoh jenis tes ini CFIT, tes SPM, tes armi beta dan sebagainya
4.                  Bila Ditinjau Dari Segi Aspek Manusia Yang Dites, Dibedakan Atas:
a.                  Tes fisik ialah tes untuk mengetahui keadaan fisik testi, contoh tes aerobic
b.                  Tes psikis ialah tes untuk mengetahui keadaan dan kemampuan mental testi. Contoh tes intelegensi, tes bakat, dan sebagainya.
5.                  Bila Ditinjau Dari Segi Aspek Mental Yang Dites, Dibedakan Atas:
a.                  Tes kepribadian seperti tes roschah, wartegg, dan sebagainya
b.                  Tes intelegensi seperti tes WISC, tes WAIS, tes SPM, tes CFIT, dan sebagainya.
c.                  Tes bakat seperti DAT, GATB, FACT dan sebagainya.
d.                 Tes prestasi belajar seperti ulangan-ulangan sekolah, nilai raport dll
6.                  Bila Ditinjau Dari Segi Penciptanya, Dibedakan Atas:
a.                  Tes Rorschah
b.                  Tes Brillet-Samon
c.                  Tes Wechsler
d.                 Tes Kraeppelin
e.                  Tes Kuder, dsb
D.                Tujuan Penggunaan Tes Psikologis
Tujuan penggunaan tes pada garis besarnya terbagi atas tujuan riset dan diagnosis psikologis.
1.                  Tes Dengan Tujuan Riset
Tujuan untuk keperluan ini bermacam-macam pula misalnya riset untuk penyusunan tes, riset untuk mengetahui sifat-sifat psikologis tertentu pada sekelompok individu, riset untuk pemecahan masalah sosial tertentu dan sebagainya.
2.                  Tes Dengan Tujuan Diagnosis Psikologis
Sebagaian besar dari tujuan tes adalah untuk membuat diagnosis psikologis. Diagnosis psikologis dilakukan dengan meaksud-maksud tertentu pula, antara lain.
a.                  Diagnosis untuk seleksi
Diagnosis dalam penerimaan calon siswa, mahasiswa, dan karyawan. Biasanya pelamar lebih banyak dari pada yang dibutuhkan. Oleh karenanya pelamar-pelamar itu harus diseleksi mana yang terbaik diantaranya. Untuk mengetahui ini maka dilakukan diagnosis psikologis salah satu diantaranya ialah dengan tes psikologis.
b.                  Diagnosis untuk keperluan pemilihan jabatan dan pendidikan
Tiap orang berbeda-beda dalam hal kemampuannya mengerjakan sesuatu. Seseorang akan berprestasi baik bilamana dia bekerja dalam lapangan yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Karena itu dalam lapangan kerja perlu kita menempatkan seorang karyawan pada tempat yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya.demikian juga dalam hal pemilihan pendidikan seorang individu akan sukses dalam studinya apabila dia dapat memilih jenis sekolah atau jurusan yang sesuai bakat dan kemampuannya.
Untuk dapat membuat diagnosis mengenai bakat dan kemampuan seseorang diperlukan tes. Hal ini sejalan dengan pendapat Soemadi Soeryabrata (1984) bahwa untuk dapat membuat diagnosis mengenai bakat dan kemampuan individu diperlukan testing.
c.                  Diagnosis untuk keperluan bimbingan dan konseling
Kegagalan dan kesukaran-kesukaran dalam belajar bukanlah hal yang asing bagi sebagian siswa dan mahasiswa. Didalam tiap sekolah dan perguruan tinggi terdapat siswa dan mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar, sehingga diantaranya ada yang sukses dan ada pula yang gagal. Dari kedua hal tersebut guru pembimbing atau konselor dapat segera memberikan bimbingan bagi individu yang mengalami masalah. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengadakan diagnosis dengan tes. Data hasil tes ditambah dengan data yang diperoleh dan alat pengumpul data yang lain, guru pembimbing atau konselor dapat membuat diagnosis mengenai seluk beluk yang menyebabkan kegagalannya itu sehingga akan dapat memberikan bimbingan konseling yang sesuai.
d.                 Diagnosis untuk keperluan terapi
Untuk pelaksanaan terapi terlebih dahulu harus diketahui benar masalah psikis tertentu dari orang yang akan diberi terapi. Oleh karenanya langkah pertama ialah diagnosis psikologis, alat yang dapat digunakan ialah dengan tes psikologis.
E. Keterbatasan-keterbatasan penggunaan Tes Psikologis
1.                  Ketidaktepatan Instrumen
Tes hanya terbatas dalam mengungkap aspek perilaku individu. Walaupun diperleh suatu situasi yang baik untu mengindentifikasi kemungkinan keberhasilan akademik, tetapi tidak dapat  mengetahui indikasi motivasi pribadi individu untuk sukses. Tes hanya memberikan data tentang bakat yang mungkin menghambat dalam mengikuti pelayihan tertentu, tetapi tidak dapat memberikan data tentang hambatan pribadi yang sangaat penting artinya, bagi individu dalam mencapai kesuksesan akademik. Karena tu tes bukanlah satu instrumen yang sempurna. Tetapi hasil tes psikologi dapat memberikan informasi yang sangat penting bagi individu yang tidak dapat dperoleh dengan teknik non tes.
2.                  Reaksi—Reaksi Terhadap situasi testing
Reaksi-reaksi yang terlihat itu berbeda kepada tester. Pada saat individu mengeerjakan tes individu mengalami stress, takut, dan nervous.beberapa kegagalan dalam mengerjakan tes secara langsng dapat menimbulkan pengalaman yang kurang menyenangkan. Ada beberapa cara yang dapat di lakukan untuk mempersiapkan individu dalam pengelolaan testing. Tes yang dibeikan kepada individu apakah memiliki makna yang penting tetapi tidak begitu menetukan, bermanfaat tetepi bukanlah satusatunya resep yang mujarab. Tes hanayalah merupakan sauatuwahana yang dapat memberikan informasi tertentu yag penting. Perlu pula di bahas pengaruh-pengaruh dari ketegangan in optimal agar individu memiliki kesiapan untuk mengerjakan tes dengan baik, dan tanpa merasakan ketegangan.
Observasi sangat penting dilakukan oleh administrator tes pada waktu pelaksanaan tes terhadap individu dan kelompok. Staf bimbingan dan konseling menyiapkan pedoman observasi untuk mengamati perilaku teti sebagai bahan petimbangan dalam menginterpretasikan hasil tes psikologis, hal-hal dividu termasuk penilaian taraf ketegangan dalam mengikuti tes, demikian pula dorongan yang yang perlu diamati antar lain;
a.                  penampakan fisik
b.                  karakteristik verbal
c.                  tes perilaku
d.                 perilaku sosial
Sedikit banyaknya pengamatan terhadap perilaku yang nampak dari testi harus di laporkann pada guru pembinbing dan konseling atau konselor agar dapat meni8njau kembali hasilnya sehingga dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil tes tersebut.
3.                  Kondisi-kondisi Fisik dari Testing
Secara umum sangat dianjurkan agar tes itu berjalan dengan baik, tes itu dilaksanakan dalam ruangan yang tenang dengan peneragan yang cukup memadai, meja yang permukaannya rata, dan terhindar dari kegaduha, kebisingan, ataupun hal-hal yang dapat menganggu berjalannya tes. Pada prinsipnya dianjurkan agar dalam pelaksanaan tes haruslah testi dalam keadaan pikiran yang tenang, kebisingan, atau gangguan-gangguan tes lainnya yang dapat meningkatkan ketegangan-ketegangan secara psikologis yang dapat menyebabkan kurrang optimalnya penyelenggaraan tes (goldman, 1975).
Keterbatasan tes  psikologis dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor tertentu. Guru pembimbing atau koonselor harus menyadari ketidakmampuannya dalam pengelolaan. Layanan testing, baik terhadap tes itu sendiri, situasi testing, dan reaksi-reaksi testi, yang semuanya itu dapat mempengaruhi interpretasi hasil secara obyektif. Program layanan testing yang baik dimulai dengan melakukan studi terhadap kebutuhan individu atau kelompok penerima tes, dilanjutkan dengan seleksi tes yang sesuai dengan kebutuhan testi, mempersiapkan tes, keterlibatan pengamatan administrator tes, serta keteraampilan guru pembimbing atau konselor dalam menginterpretasi hasil tes secara obyektif.
F.        Prinsip-prinsip Penggunaan Tes Psiklogis
            Penggunaan tes untuk proses bimbingan dan konseling harus memperhatikan beberapa prinsip–prinsip bimbingan dan koonseling pada umumnya.prinsip-prinsip penggunaan tes dalam bimbingan dan konseling dikembangkan dari pengalaman praktik dan penelitian pada saat ini.
 Brammer & shostrom (1982) mengemukakan beberapa prinsip penggunaan tes dalam nimbingan dan konseling, diantaranya yaitu:
1.                  Kaidah pertama dari penggunaan tes ialah mengetahui tes secara menyeluruh.
2.                  Eksploirasi terhadap alasan individu menginginkan tes dan pengalaman individu dalam tes yang pernah diterimanya.
3.                  Perlu pengaturan pertemuan interpretasi tes agar individu siap untuk menerima informasi yang benar atau tidang menyimpang.
4.                  Arti skor tes harus ditetapkan secepatnya dalam diskusi.
5.                  Kerangka acuan hasil tes hendaknya dibuat dengan jelas.
6.                  Hasil-hasil tes harus diberikan kepada individu, bukan dalam bentuk skor tapi dalam bentuk deskriptif.
7.                  Hasil-hasil tes harus selalu terjabarkan. Cara yang digunakan untuk pemula prinsip ini ialah hasil tes harus disajikan secara tentatif. Kehati-hatian sangat penting dalam menjabarkan data hasil-hasil tes individu.
8.                  Guru pembimbing atau knselor hendaknya bersikap netral.
9.                  Guru pembimbing atau konselor hendaknya memberikan interpretasi secara jelas dan berarti.
10.              Hasil-hasil tes harus memberikan prediksi dengan tepat.
11.              Dalam fase interpretasi tes, perlu adanya partisipasi dan evaluasi dari individu.
12.              Interpretasi skor yang rendah kepad individu normal hendaknya dilakukan dengan hati-hati.
13.              Tingkat konseptual yang tepat untuk menyusun interpretasi tes dalam bentuk kata-kata adalah sangat penting jika individu mengerti hasil-hasil tes.
G.               Faktor-fakror yang mempengaruhi penggunaan tes psikologis
            Keberhasilan penggunaan tes untuk tujuan dan bimbingan konseling di pengaruhi oleh beberapa faktor: Menurut Anastasi (1990), mengemukakan bahwa dalam testing yang terdiri dari testi dengan bermacam budaya.misalnya, faktor termasuk pengalaman pengambiln tes sebelumnya, motivasi dalam mengerjakan tes, hubungan yang baik dengan tester, dan beberapa faktor lainnya yang mempengaruhi pelaksanaan tes.
 Menurut Bezanson & Monsebraaten (1984), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelasanaan tes, yaitu:           
1.                  Latar Belakang Buadaya
Latar belakang budaya individu memberikan pengaruh terhadap pelaksaan tes. Suatu tes cenderung memberikan tekanan dan keistimewaan pada aspek budaya dimana tes itu dikembangkan, karena tes biasanya menggambarkan tentang pengalaman, minat, nilai-nilai, dan budaya itu sendiri.
2.                  Latar Belakang Sosial-Ekonomi
Faktor yamg erat kaitannya dengan budaya adalah taraf ssial-eknnomi testi, misalnya;  kemiskinan keluarga dan kekurangan fasilitas pendukung dalam keuarga biasanya cenderung kurangnya bahan bacaan, alat perelngkapan belajar, dan hasil teknologi serta faktor lain yang berhubungan dengan cara pengisian tes. Faktor-faktor tersebut tidak anya dihubugkan dengan kemampuan, tetapu juga memberikan pengaruh yang bersifat membatasi minat dan motivasi individu.
3.                  Pendidikan yang Diperoleh Di Sekolah atau Latihan Formal
Banyak keterempalian yang di perlukan dalam tes kemampuan disekolah atau melalui pelatihan. Misalnya; perhitungan aritmatik dasar, persamaan dan perrbedaan kata serta kepasihan berbahasa, semuanya dipelajari baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pendidikan yang diterima disekolah.dalam tes bakat penalaran  verbal (V), Bakat Numerikal (N), dan bakat persepsi klerikal (Q), semuanya ini berdasarkan secara verbal. Dimana  intelegensi (GT) adalah berupa skor gabungan yang tersusun dari bakat verbal (V), Bakat Ruang (S) dan bakat numerikal (N). Bakat verbal dan numerikal terutama mencerminkan pengetahuan dasar sekolah.
4.                  Persiapan tes atau Pengalaman Tes
Sebelum melakukan tes individu perlu melakukan persiapan, persiapan individu untuk testing adalah sangat penting agar dapat mengurangi kemungkinan individu merasa cemas dalam mengikuti testing. Dan perlu di sampaikan juga bahwa pelaksanaan tes saat ini  akan lebih baik dilaksanakan melalui praktik dan kegiatan pendahuluan, kemudian dapat mengetahui kemampuan individu. Faktor-faktor ini harus di pertimbangkan apabila menginterpretasikan skor dengan mendapatkan informasi individu yang vital yang dapat mempengaruhi pelaksanaan tes.
Pengalaman pengambilan tes itu penting dan telah diakui oleh pengembang tes GABT. Pengembang tes ini telah menciptakan pamplet mini yang praktis,  yaitu “Tindakan yang terbaik bagi anda dalam mengerjakan tes bakat”. Pamplet seharusnya d berikan sebelum pelaksanaan tes.
5.                  Kepribadian
a.                  Motivasi
Aspek kepribadian ini ialah merupakan salah satu aspek yang paling penting yang mempengaruhi pelaksaan tes. Misalnya individu tertarik melakukan ddengan baik dalam hubungan memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan pendidikan/pelatihan tertentu atau seseorang memiliki motif berprestasi yang tinggi karena kedua tipe motivasi ini berkaitan erat, sehingga banyak yang menopang dan membantu pelaksanaan tes. Motivasi memberikan sumbangan yang berarti terhadap pelaksanaan tes dikaitkan dengan tautan atau persyaratn tes. Semakin banyak persyartan yang dituntut  maka akan semakin banyak besar sumbangan motivasi terhadap hasill-hasil tes.
b.                  Kecemasan
jelas tampak bahwa kecemasan atau kegelisahan pada testi akan menghambt pelaksanaan tes. Pengambilan tes sering menyebabkan terjadinya ketegangan, bekerja dengan terpaksa, dan khawatir menghadapi kegagalan. Semua ini, merupakan faktor penyebab terjadinya kecemasan atau kegelisahan pada testi dalam mengambil tes.
6.                  Kesehatan fisik
a.                  Cacat Fisik
Untuk tes tertuli, cacat fisik seperti pada lengan bawah yang kurang sempurna tidaklah perlu menjadi kendala dalam pengambilan tes. Bagaimanapun juga dalam tes GABT, beberapa perangkat tes memerlukan kecekatan tangan dan jari, juga terhadap tes kemampuan mengunakan tes tertulis penggunaan tangan dan jari merupakan sayrat utama, sehimgga cacat fisik tertentu dapat pula merupakan kendala dalam pelaksanaan tes.
b.                  Kesehatan pada Umumnya
Walaupun secara umum cacat fisik yang tampak bukan menjadi maslah dalam pelaksanaan tes, namun beberapa kekurangwajaran kondisi fisik semestinya tidak diabaikan dalam pengambilan tes. Memperhatikan kekurang sempurnaan alat-alat pendengaran  dan penglihatan, serta memperbaiki peralatan yang digunakan, memastikan bahwaperalatan itu akan digunakan testi selama tessting.



7.                  Karakteristik Tes
a.                  Tes kecepatan vs Tes kemampuan
Tes kemampuan (Power Test) batas waktu yang diberikan tidak terbatas atau tidak di berikan pembatasan waktu yang jelas. Tes kecepatan (Speed test) adalah mengungkap kemampuan individu untuk bekerja dengan cepat, juga terhadap kemampuan-kemampuan tertentu. Individu yang bisa bekerja lamban, dan teliti perlu diberikan peringatan, bahwa dalam tes kecepatan, waktu yang tersedia harus dimanfaatkan seefisien mungkin karena waktu yang disediakan sangat terbatas.
b.                  Tebakan
Bila jawaban yang tidak tepat tidak diberikan sangsi, maka menebak memberikan keuntungan pada individu. Karena dalam tes baku, mungkin saja menebak tidak dapat dihindarkan, maka untuk itu kita semestinya tidak mengabaikan persiapan testing, agar pelaksanaan tes mengacu pada norma-norma testing yang berlaku.
c.                  Pola Item
Individu harus mengetahui jenis item yang akan di hadapi. Namun, masih memungkinkan bahwa item-itemtertentu bisa menyesatkan aqtau diinterpretasikan berbeda oleh individu yang lainnyaa. Dan juga memungkinkan bahwa beberapa  item akan menyebabkan kesalahan (error dalam pelaksanaan tes).
8.                  Pelaksanaan Tes
a.                  Pelaksanaan
Sebelum memulai tes administrator akan memberikan tes dengan cara-cara yang baku, tetapi bagaimaanapun kecilnya perbedaan penerapan harus diperhitungkan.administrator tes harus taat terhadap instruksi-instruksi atau petunjuk pelaksanaan tes. Dalam penskoran tes janganlah secara langsung mengaitkan dengan alasan-alasan yang berhhubungan dengan pelaksanaan tes. Dalam hal ini tidaklah beralasan untuk menskor dengan menulis kesalahan secara sembrono atau semaunya saja. Guru pembimbing atau konselor harus selalu berhati-hati dalam penskoran tes dan meneliti penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadidalam penskoran.
b.                  Lingkungan (kondisi-kondisi testing)
Lingkungan atau kondisi-kondisi testing perlu dipahami dengan baik, karena lingkungan fisik tertentu mempengaruhi pelaksaan tes. Situasi lingkungan yang terlalu gaduh, penerangan yang kurang memadai, temperatur udara yang terlalu tinggi (terlalu panas ataupun terlalu dingin) karena dapat menganggu proses berjalannya tes. Gangguan-gangguan dari luar (para tamu ataupun telpon), semua ini dapat menganggu konsentrasi testi dalam mengerjakan tes.
G. Etika Penggunaan Tes Psikologis
            Tes psikologi merupakan suatu insstrumen yang sudah baku, maka dari itu tester tetap harus mempergunakan tes psiklogi itu harus betanggung jawab dan secara etis melindungi testinya. Menurut Dewa Ketut Sukarda (1988) prinsip dasar yang melandasi etika praktik dalam penggunaan tes psikologi adalah sama essensialnya dengan layanan konseling sebagai suatu profesi membantu, yaitu: (1) agar guru pembimbing atau konselor dapat memberikan layanan yang kompeten dalam batas-batas kemampuannya  dan pengembangan profesinya sendiri, (2) hendaknya kesejahteraan testi menjadi kriteria untuk mempertimbangkan kegiatan apa yang diperlakukan oleh seseorang atau orang yang lainnya.
            American Psycological Association,dalam Ethical Standards of Psikologist (1963) telah mempublikasikan sembilan belas prinsip etika penggunaan tes psikologis. Dari kesembilan belas prinsip tersebut hanya empat prinsip yang relevan dengan pengelolaan layanan testing. Etikika praktik konselor dan para psikolog adalah sama yaitu;
1.                  Kerahasiaan: kesejahteraan konselor ditempatkan pada tempat yang utama, maka konselor menerima tanggung jawab untuk mempertahankan kerahasiaan hubungan dengan klien.
2.                  Keamanan tes: tes adalah merupakan suatu alat profesiona dan sebagai suatu alat profesional maka penyebarannya hanya terbatas dengan menggunakan kompotensi teknis yang tepat. Tes yang belum dibakukan sebaiknya tidak dipergunakan karena belum terjamin keaamnannya.
3.                  Intepretasi tes: material atau bahan-bahan tes dan skor tes semestinya diperuntukkan hanya kepada orang-orang yang berwenang menggunakannya, oleh karena itu, hasil-hasil tes seharusnya interpretasikan pada klien dan dapat meberikan jawaban tertentu tanpa adanya penyalahgunaan dan salah interpretasi.
4.                  Publikasi tes: tes yang telah baku harus memuai buku petunjuk pegangan tes yang menggambarkan bagaimana dan oleh siapa tess itu bisa digunakan lebih efektif. Iklan-iklan yang berhubungan tes harus faktual dan deskriptif, dan bukan emosional atau persuasif.
The Canadian Guidance and Counselling Association (1982), mempublikasikan sebelas prinsi khusu yang mencakup etika cara pemakaian tes psikologi, yaitu:
1.                  Guru pembimbing atau knselor harus mengakui batas kompotensinya dan tidak memberikan layanan teting atau menggunakan teknik-teknik diluar persiapan dan kompotensinya atau yang tidak memenuhi standar profesional yang telah ditetapkan.
2.                  Guru pembimbing atau knselor harus mempertimbangkan atau menetapkan dengan cermat dan teliti viiditas, realibilitas,dan ketepatan tes tertentu sebelum memilih untuk digunakan klien tertentu.
3.                  Menjadi tanggung jawab guru pembimbing atau konselor untuk memberikan orientasi dan informasi yang adekuat pada peserta testing agar hasil-hasil testingnya bisa di tempatkan dalam perspektif yang tepat dengan faktor-faktor yang lain yang relevan. Faktor budaya dan etnis, sosial ekonomi sangat mempengaruhi skor tes.
4.                  Hasil tes dan data penilaian yg digunakan untuk menilai kmunikasi dengan rangtua individu atau orang lain yang tepat, maka harus disertai dengan interpretasi atau konseling yang adekuat.
5.                  Skor tes psikologi sebagai pembanding dengan interprestasi hasil-hasil teshanya disampaikan kepada orang yang memenuhi syarat untuk mengenterpretasikan dan menggunakan secara cepat.
6.                  Diperlukan ketelitian  untuk memberikan informasi secara adekuat dan menghindari terjadinya kesalahpahaman.
7.                  Tes harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan dalam manual buku petunjuk pelaksanaan tes.
8.                  Tes psikologi dan alat-alat penilaian lainnya, dan sebagian besar penilaian lainnya sebagian besar dapat di percaya apabila orang yang mengambilnya adalah terbatas dengan minat profesional dan komotensi seseorang sehingga mereka akan berupaya melindungi peggunanaanya.
9.                  Guru pembimbing atau konselor memiliki tanggung jawab untuk memberitahukan kepada peserta testing tentang tujuan testing
10.              Guru pembimbing atau konselor harus bekerja dengan teliti dalam menilai dan menginterpretasikan minoritas anggota kelompok atau orang-orang lainnya yang tidak menyajikan norma-norma kelompok terhadap pembakuan instrumen.
11.              Konselor tidak pantas memproduksi atau memodifikasikan susunan tes itu tanpa memperoleh izin dan mengenal kemampuan pengarang penerbit dan pemegang hak cipta.
Sedangkan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) mengemukakan Kode Etika jabatan knselor terutama bersangkut paut dengan testing adalah:
1.                  Suatu jenis tes hanya diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya. Dan konselor juga harus memeriksa dirinya apakah ia mempunyai kewenangan yang di maksud.
2.                  Testing diperlukan apabila dibutuhkan dan data tentang sifat atau ciri kepribadian yang menuntut adanya perbandingan dengan sampel yang lebih luas, misalnya taraf intelegensi, bakat, minat, dan kecenderungan pribadi seseorang.
3.                  Data yang diperoleh dari hasil testing itu harus diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh dari klien sendiri atau dari smber lain.
4.                  Data hasil testing harus diperlakukan setara seperti data atau informasi lain tentang klien.
5.                  Konselor harus memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan digunakannya tes dan apa hubungannya dengan masalahnya. Hasilnya harus disampaikan kepada klien dengan disertai penjelasan tentang arti dan kegunaannya.
6.                  Hasil testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh pihak yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan kepada klien dan tidak  merugikan klien.
7.                  Pemberian sesuatu jenis tes harus mengikuti pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes yang bersangkutan.


BAB III
PENUTUP
Tes psikologi merupakan sebagai suatu tata cara yang sistematis untuk mengukur tingkah laku individu dan menggambarkan tingkah laku individu itu melalui skala angka atau system kategori.tes psikologi dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat yang berlaku. Misalnya tes harus valid, reliable, distadarisasikan, objektif, diskriminatif, komperehensif, dan mudah digunakan. Ada berbagai macam tes psikologi, sebagai berikut:
1.      Tes kepribadian
2.      Tes bakat
3.      Tes intelegensi
4.      Tes prestasi belajar
5.      Tes fisik
6.      Tes psikis dll

Tujuan dari tes psikologi adalah sebagai tujuan riset, dan sebagai diagnosis psikologi. Ada pula batasan-batasan dalam penggunaan tes psikologi yaitu, ketidak tepatan instrument, reaksi terhadap situasi testing, dan kondisi-kondisi dari testing. Adapun faktor yang mempengaruhi penggunaan tes psikologi adalah latar belakang budaya, latar belakang sosial ekonomi, pendidikan yang diperoleh di sekolah atau latihan formal, persiapan tes atau pengalaman tes, kepribadian, kesehatan fisik, karakteristik tes, dan pelaksanaan tes.